Akan tetapi Masyarakat desa Pemayungan menilai penangkapan DBS ini dinilai sangat tidak memperhatikan keadilan dalam hal penegakan hukum.
Pasalnya, DBS ditangkap saat dia sedang membersihkan area di belakang rumahnya menggunakan parang, dan membawa korek api. Pada saat itu tidak ada terlihat api aktif atau bukti perambahan yang terlihat di Lokasi. Akan tetapi pihak kepolisian tetap menahan DBS dan membawanya ke kantor desa untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Ini sangat tidak adil, lahan tetangga DBS yang terbakar lebih luas malah tidak ada ditindak,”ujarnya, pada Jumat ,(16/8/2024).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi pun turut angkat suara dalam kasus penangkapan ini. WALHI Jambi juga menyuarakan keprihatinan mereka terhadap tindakan hukum yang tidak proporsional.
Pada audiensi WALHI Jambi bersama masyarakat Desa Pemayungan dengan Polres Tebo pada Rabu,(14/8/2024) mereka meminta adanya kebijaksanaan mengingat DBS hanya petani kecil yang membuka lahan dengan cara tradisional.
Abdullah selaku Direktur Eksekutif WALHI Jambi menuturkan bahwa kasus ini memunculkan perdebatan seputar penegakan hukum karhutla yang dianggap tidak adil. Abdullah berharap keadilan ditegakkan tidak hanya untuk petani kecil, tetapi juga bagi pelanggar hukum besar yang sering kali lolos dari sanksi hukum.
“Kami berharap permasalahan ini ditinjau dari segi kemanusiaan, Terlebih yang bersangkutam memanfaatkan lahannya untuk ditanami tanaman kehidupan seperti cabai, sayuran, dan ubi untuk kehidupan sehari-hari bersama keluarganya,”ujarnya.
Dia juga menuturkan bahwa WALHI Jambi bersama warga desa Pemayungan tidak akan diam dalam penegakan keadilan dalam kasus DBS ini.
“Warga Desa Pemayungan, yang semuanya mendukung pembebasan DBS, mengajukan komitmen kepada Polres Tebo untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan mereka di masa depan. Mereka juga menyatakan akan terus memperjuangkan kebebasan DBS melalui jalur hukum,”pungkasnya. (Red)