TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Kuasa hukum korban pemerkosaan (ANS) oleh oknum polisi (RDS) di Tebo angkat bicara mengenai pernyataan Kasubid Paminal Propam Polda Jambi tatkala audiensi dengan DPC GmnI Jambi usai lakukan aksi unjuk rasa pada Kamis, (8/8/2024) lalu.
Sebagaimana diberitakan oleh TanyaFakta.id sebelumnya (Baca Disini), Kasubid Paminal Propam Polda Jambi mengatakan korban pemerkosaan tidak hadir dua kali saat di panggil untuk memberikan keterangan lebih lanjut.
Padahal, kuasa hukum korban yaitu Andriyanto Pasaribu, S.H. saat ditemui di kantor LBH Pranata Iustitia Jambi yang terletak di Payo Lebar, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi pada Jumat,(9/8/2024) mengatakan bahwasanya Kuasa Hukum Korban serta Korban selalu kooperatif saat dipanggil oleh Polda Jambi.
“Ini kesalahpahaman. Terkait surat panggilan pertama dari Paminal Propam Polda Jambi, kami datang kok mendampingi korban untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Tapi kalau mereka bilang dua kali ya udah gapapa. Tapi yang jelasnya, selama pemanggilan dua kali itu kami selalu konfirmasi,” ujar Andriyanto.
Dia menegaskan setiap ada panggilan, kuasa hukum bersama korban selalu hadir kecuali saat korban sedang berhalangan seperti tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Dalam keadaan demikian kuasa hukum memutuskan untuk tidak hadir.
“Tetapi hal seperti itu selalu kami konfirmasi langsung dengan Paminal Propam Polda Jambi,” katanya.
Kemudian Andriyanto menambahkan pihaknya sempat dikatakan tidak kooperatif dalam hal pelaksanaan visum oleh pihak Polda Jambi. Padahal dia menjelaskan bahwasanya korban pemerkosaan langsung melakukan visum di RS Bhayangkara tak lama pasca melayangkan laporan ke pihak Polda Jambi.
“Pertama kami sudah melakukan Visum Et Repertum, itu dilakukan setelah kami melakukan laporan, di hari itu juga. Setelah laporan selesai, kami disuruh untuk melakukan Visum Et Repertum di RS. Bhayangkara. Setelah kami sampai di RS. Bhayangkara, selanjutnya korban masuk ke dalam dan dimintai keterangannya,”tutur Andriyanto.
Karena itu berkaitan dengan perempuan, kuasa hukum tidak diperbolehkan masuk kedalam ruangan pemeriksaan. Jadi hanya korban sendiri yang masuk dan dimintai keterangan. Diketahui pada saat itu dokter menyatakan tidak perlu dilaksanakan visum dalam karena mengingat kejadian pemerkosaan tersebut sudah hampir setahun lamanya.
“Setelah itu kita lakukan Visum Subjektif. Visum Subjektif itu hanya menanyakan waktu kejadian, udah berapa lama, gitu-gitu aja. Jadi ga ada yang diperiksa gitu. Nah terkait masalah itu, kan kami jadi bingung penasehat hukum ini, kenapa kemaren tidak dilakukan visum dalam.”katanya menambahkan.
Kemudian dia menyatakan kuasa hukum korban tidaklah keberatan apabila Pihak PPA Polda Jambi mau melakukan visum kedua asalkan kami diberitahukan alasan untuk melaksanakan visum yang kedua.
“Nah jadi kalaupun mereka minta visum sekali lagi, boleh-boleh aja. Akan tetapi tetap harus kami mintakan surat pengantarnya. Surat pengantar kedua berarti kan untuk melakukan visum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Andriyanto juga meluruskan pernyataan Paminal Polda Jambi yang mengatakan bahwasanya pemeriksaan masih berlanjut di Paminal.
“Sebenarnya pemeriksaan di Paminal itu sudah selesai, dan sudah di Wabprof. Bahkan di Wabrof, korban sudah diperiksa. Pada saat itu korban ga lama diperiksa, dikarenakan ada perlu kerja. Besok harinya saya bersama seorang kuasa hukum lain yaitu Roy Malau,S.H berangkat kesana untuk diperiksa. Itu mulai dari jam setengah sebelas sampai jam setengah tujuh malam. Sudah diperiksa itu, dan itulah pemeriksaan terkait si korban,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kuasa Hukum korban juga menerangkan bahwasanya tindak lanjut dari kasus ini sudah di Wabprof
“Kasus ini sudah sampai Wabprof. Memang kemaren keterangan dari Wabprof yaitu pak Ponco mengatakan hasil prosesnya. Memang kemaren itu ada mediasi sebelumnya. Seingat saya pak Ponco pernah bilang kalau waktu mereka kalau saya tidak salah, waktu pemeriksaan mereka tinggal dua bulan atau sebulanan, kira kira begitulah. Memang ada sempat itikad baik pelaku untuk bertanggung jawab, tapi memang ga ketemu tu dan ga berhasil mediasi, ya jadi kami juga menunggu informasi terkait itu, gitu,” ujarnya.
Pihak Kuasa Hukum korban juga menegaskan menaruh harapan besar kepada Propam selaku yang pemeriksa kode etik polisi yang berperilaku buruk dan diserahkan sepenuhnya kepada Propam.
“Kami kuasa hukum korban menaruh harapan besar kepada Propam yang memeriksa kode etik. Kalau dibilang harapan kami sih sepenuhnya kami serahkan kepada mereka. Harapan-harapan yang lainnya mereka taulah apa yang kami minta. Terkait GmnI yang demo kemarin juga, itu kami tidak tahu, berarti memang ada keresahan juga dari GmnI,” pungkasnya. (Hrs)