TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Proses mediasi antara RSUD Raden Mattaher dan PT Anggrek Jambi Makmur (AJM) resmi menemui jalan buntu. Sidang gugatan perdata yang digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (10/4/2025), gagal menyelesaikan sengketa dugaan wanprestasi yang menyeret rumah sakit milik pemerintah Provinsi Jambi tersebut.
Gugatan dilayangkan PT AJM atas dasar pemutusan kontrak sepihak dan tunggakan pembayaran jasa pengangkutan limbah medis yang diklaim belum dibayarkan sejak 2024. Manajemen RSUD dinilai tidak transparan dan dianggap abai terhadap kewajiban kontraktualnya.
Salah satu kuasa hukum RSUD Raden Mattaher, Ilham Kurniawan, mengakui bahwa mediasi telah dilakukan secara langsung oleh manajemen rumah sakit.
“Respons dari rumah sakit, kita beriktikad baik untuk datang. Kita akan menjawab semua apa dalil-dalil yang diajukan dalam gugatan. Karena kita lihat ada beberapa dalil-dalil gugatan banyaklah yang cacat itu. Banyak sekali kelemahannya,” ujar Ilham.
Namun saat disinggung terkait substansi gugatan, terutama soal kewajiban pembayaran yang belum dilakukan, Ilham tidak memberikan penegasan. Ia justru menyoroti soal kelengkapan dokumen dari pihak penggugat.
“Di dalam dalil itu kan, dikatakan kita belum melakukan pembayaran kewajiban. Namanya kita melakukan kerja sama tentu invoice (penagihan) yang diajukan itu tentu harus lengkap dokumennya. Tentu kita harus cek dulu dokumennya,” jelasnya.
Di sisi lain, PT AJM bersikap tegas menghadapi kelanjutan perkara ini. Direktur PT AJM, Budiman, menyatakan pihaknya sudah bekerja sesuai dengan kontrak yang diperpanjang pada tahun 2024 dan berlaku lima tahun. Namun kontrak itu tiba-tiba dihentikan sepihak pada 27 Maret 2025 lalu.
“Kontrak ini di dalamnya tidak tercantum nilai atau anggaran. Jadi tergantung hasil limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit dan ditimbang oleh kita disaksikan ke-2 belah pihak. Kita bekerja dari tanggal perpanjangan kontrak sampai pemutusan 27 Maret 2025,” kata Budiman.
Tagihan yang belum dibayar sejak 2024 pun menjadi poin krusial. Budiman mengaku heran dengan alasan-alasan dari pihak RSUD yang menurutnya tidak transparan.
“Kita enggak tahu proses di dalam itu seperti apa kita enggak paham, itu kan intern pihak rumah sakit. Katanya sedang proses, sedang proses. Nah proses mereka kita enggak tahu. Apakah duitnya enggak ada, atau anggaran dialihkan kita enggak tahu,” ujarnya.
Kuasa hukum PT AJM, Mike Siregar, menilai RSUD telah melanggar kontrak yang secara hukum mengikat kedua belah pihak.
“Kontrak itu adalah Undang Undang bagi yang menandatangani. Kalau kemudian pihak rumah sakit menyatakan bahwa mereka tidak punya ketergantungan atau keterikatan terhadap kontrak, mungkin dia kurang banyak baca,” tegas Mike.
Ia juga menyinggung aspek tanggung jawab publik dalam kasus ini, mengingat RSUD adalah institusi negara dan persoalan yang disengketakan menyangkut limbah medis.
“Jadi kalau dikatakan kita enggak punya kewenangan untuk bicara kontrak ya silakan, kita berperang di pengadilan,” ujarnya.
Sayangnya, sikap tertutup masih ditunjukkan oleh manajemen RSUD Raden Mattaher. Direktur rumah sakit Herlambang yang turut hadir di PN Jambi enggan memberikan komentar meski dimintai konfirmasi.
Dengan gagalnya mediasi, perkara yang teregister dengan nomor 50/Pdt.G/2025/PN Jmb akan kembali disidangkan pada Kamis, 21 April 2025 dengan agenda pembuktian. Sengketa ini menjadi sorotan karena menyangkut transparansi pengelolaan anggaran publik dan potensi risiko lingkungan dari pengelolaan limbah medis yang terhambat. (Aas)
Tinggalkan Balasan