TANYAFAKTA.ID, TEBO – Praktik ilegal dalam peredaran bahan bakar minyak (BBM) kembali terungkap, melibatkan sindikat yang dipimpin oleh seorang pria bernisial D.

Menurut seoarang warga yang tidak mau disebutkan namanya, D dikenal sebagai mafia BBM yang tidak hanya menyalin BBM dari truk tangki milik Pertamina, tetapi juga melakukan praktek oplosan minyak.

“Tidak hanya nyalin, tapi ngoplos minyak juga,”ujarnya.

Operasi ilegal ini berlangsung di perbatasan Kabupaten Tebo dan Batanghari, serta di gudang miliknya yang terletak di Kelurahan Sungai Rengas, Kecamatan Maro Sebo Ulu, KM 124, arah Jambi.

Diduga D menjalankan aksinya dengan menggunakan dua kendaraan utama, yaitu mobil Grand Max pickup berwarna silver dan Agia putih. Kedua mobil ini digunakan untuk menyalin BBM dari truk tangki ke dalam jerigen-jerigen.

Kegiatan tersebut berlangsung di lokasi-lokasi yang sepi, baik di perbatasan Tebo-Batanghari maupun di gudangnya di Sungai Rengas.

Tidak hanya melakukan penyalinan BBM (dikenal dengan istilah “BBM kencing”), Daman juga diketahui melakukan oplosan minyak. Minyak yang diperoleh dari truk-truk Pertamina bermerek Mara Putih dicampur dengan minyak mentah yang berasal dari Desa Bungku. Campuran minyak ini kemudian dipasarkan melalui dua jalur distribusi berbeda seperti solar yang dipasok ke perusahaan-perusahaan tambang batu bara. Kemudian, pertalite yang dijual secara eceran kepada pemilik pom mini.

Baca juga:  PKM Gelar Musra XII Besok, HMPM Jambi Dorong Sejumlah Nama Tokoh

Sindikat ini memperoleh keuntungan besar dari praktik ilegal tersebut, menjadikannya salah satu jaringan mafia BBM terbesar di wilayah tersebut.

Salah satu perusahaan yang diduga menerima pasokan minyak oplosan ini adalah PT JUNAI, sebuah perusahaan tambang batu bara. PT JUNAI diduga membeli minyak dari dua sumber yakni minyak industri yang dibeli secara resmi dan Minyak oplosan yang dipasok oleh D.

Kasus ini semakin rumit dengan dugaan keterlibatan oknum aparat. Menurut sumber,  minyak ilegal dari D dipasok kepada PT JUNAI oleh seorang anggota polisi, H, yang bertugas di Polsek Maro Sebo Ulu Sungai Rengas. H juga diduga turut mengamankan distribusi minyak ilegal tersebut agar bisa lancar masuk ke PT JUNAI tanpa hambatan hukum.

Baca juga:  Lapas Jambi Bersinergi bersama Ditresnarkoba Polda Jambi Ungkap Peredaran Narkoba 

D dan jaringan kriminalnya berpotensi dijerat dengan sejumlah pasal yang memiliki ancaman hukuman berat, antara lain:

  • UU Minyak dan Gas Bumi (UU No. 22 Tahun 2001): Penyalahgunaan pengangkutan dan niaga BBM ilegal dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp60 miliar.
  • Pasal 480 KUHP tentang Penadahan: Menguasai dan menyimpan barang hasil kejahatan dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.
  • UU Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010): Pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar jika keuntungan ilegal disamarkan melalui pencucian uang.
  • UU ITE (Pasal 45A UU No. 19 Tahun 2016) : Transaksi ilegal secara daring dapat dihukum dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar.
  • UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : Oknum aparat yang terbukti menerima suap atau terlibat dalam mendukung operasi ilegal dapat dijerat dengan pasal yang mengancam penjara maksimal 20 tahun dan denda besar.
Baca juga:  Tongkang Batubara Kembali Tabrak Jembatan Muara Tembesi, Iin Habibi Desak Angkutan Batubara di Hentikan

Kasus sindikat mafia BBM ini, yang melibatkan peredaran BBM oplosan dan kencing serta dugaan keterlibatan oknum aparat, mengungkapkan betapa dalamnya praktik korupsi dan kolusi dalam sektor energi.

Masyarakat dan berbagai pihak kini mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan mengambil tindakan tegas guna mengungkap jaringan ini, sehingga kerugian negara dan pelanggaran hak konsumen dapat segera ditangani.

Tindak lanjut dari pihak berwenang sangat dinantikan untuk menghentikan peredaran ilegal ini, yang semakin merusak integritas sistem distribusi BBM nasional dan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. (*)