TANYAFAKTA.IDHak partisipasi (Participating Interest/PI) 10% pemerintah daerah di berbagai wilayah kerja (WK) atau blok minyak dan gas bumi (migas) butuh transparansi ke publik. Termasuk pemerintah provinsi Jambi yang mendapatkan Participating Interest (PI) pada Blok Migas di Petro China dan lokasi lainnya.

Participating Interest (PI) dalam sektor migas merupakan hak yang dimiliki oleh pemerintah daerah (pemda) untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya minyak dan gas. Namun, pengelolaan PI oleh pemda seringkali menghadapi berbagai tantangan dari regulasi yang rumit yang ditandai irokrasi yang Kompleks.

Proses perizinan dan regulasi yang melibatkan banyak instansi pemerintah seringkali membuat pemda kesulitan dalam mengelola PI. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek.

Selain itu masalah Sumber Daya Manusia (SDM) Lokal dan keterbatasan Keterampilan. Hari ini banyak pemda tidak memiliki SDM yang cukup terlatih dan berpengalaman dalam pengelolaan sektor migas. Keterbatasan ini dapat mengakibatkan kesulitan dalam memahami aspek teknis dan manajerial dari pengelolaan PI.

Masalah Transparansi dari Pemerintah Pusat serta informasi yang terbatas terkait kebijakan, regulasi, dan data migas dari pemerintah pusat dapat menyulitkan pemda dalam mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan PI.

Seringkali, pemda tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya migas di daerah mereka. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan konflik antara pemda dan pemerintah pusat.

Keterbukaan yang kita harapkan menyangkut banyak aspek pada dua pihak. Otoritas migas dan Pemda. Kepada pemerintah pusat atau otoritas migas kita minta transparansi produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi (migas).

Selama ini data lifting migas tidak dilaporkan atau dilibatkan pada daerah. Sekarang pemda yang memegang hak partisipasi 10% blok migas ini perlu memberi penekanan untuk mengklarifikasi data terkait dengan penghitungan bagi hasil saham participating interest (PI); data produksi Migas per KKKS, data lifting migas per KKKS, data cost recovery, perizinan lingkungan, alokasi dana abandonment and site restoration (ASR), dan sebagainya.

Sedangkan transparansi yang diminta pada pemerintah daerah berupa keterbukaan akan tata kelola BUMD, kriteria direksi dan komisaris, jejak rekam dan kompetensi manajerial termasuk pola rekruitmen yang profesional. Jangan sampai, gara – gara Participating Interest, BUMD menjadi tempat parkir orang dekat dan lingkaran kekuasaan. Bukan apa – apa, pengelolaan migas butuh orang profesional.

Baca juga:  PetroChina Kuras Minyak di Jambi, Namun Enggan Penuhi Kewajiban Regulasi Participating Interest 10% untuk Daerah

Apalagi salah satu peluang dari PI ini adalah alih teknologi bisnis proses kepada putra-putra daerah. Dengan demikian, putra daerah tidak hanya menjadi penonton, tapi menjadi bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berperan aktif dalam pengelolaan industri hulu migas.

Intinya ada kesempatan berpartisipasi secara profesional, bukan rekruitmen karena kawan. Ingat migas industri padat modal, teknologi dan skill. Ini mutlak jika kita ingin, hak ini bagi Pemda Jambi bisa memberikan multiplier effect di level migas.

Sebelumnya, aturan tentang PI tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016. Permen ESDM tersebut mengatur tentang ketentuan penawaran PI sebesar 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan Pemerintah Daerah akan mendapatkan pembagian saham sebanyak 10%.

Turunannya, ada kemudahan bagi daerah penghasil migas untuk mendapatkan PI 10% karena investasi 10% partisipasi daerah tersebut dapat ditanggung oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Diterbitkannya Permen ESDM 37/2016 ini, merupakan langkah maju bagi pelaksanaan PI. Daerah dapat ikut perpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan migas, termasuk dalam transparansi, tata kelola, dan pengawasan kinerja industri migas di wilayahnya.

PI Jambi harus dapat dikelola dengan baik agar dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Masalahnya disini, yaitu, masalah kesiapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berupa

Kapabilitas BUMD, bukan rahasia umum banyak BUMD yang belum memiliki kapabilitas dan pengalaman yang memadai dalam pengelolaan proyek migas. Keterbatasan ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan PI.

Pendanaan BUMD seringkali menghadapi masalah pendanaan yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam proyek migas. Tanpa dukungan finansial yang memadai, pengelolaan PI menjadi sulit.

Baca juga:  Efisiensi Anggaran Tidak Membuat Orang Menganggur

Tantangan yang akan muncul. Ke depan BUMD direncanakan tidak diizinkan untuk mendapatkan dana talangan lagi, terutama dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau operator blok migas.

Ini menjadi salah satu pembahasan di Revisi Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Migas (UU Migas).

Pemberian hak partisipasi ini adalah membuat badan usaha di daerah bisa hidup mandiri, namun kenyataanya tidak. Karena badan usaha daerah cenderung menjadi broker, maka untuk menghindari ini PI akan di wajibkan BUMD cari modal sendiri.

Selama ini PI 10% BUMD dapat talangan terlebih dahulu dari BUMN seperti Pertamina. Ke depan ini, ini tidak bisa dilakukan karena menurutnya hal ini membuat budaya perusahaan menjadi tidak jalan.

Dalam hal ini ada beberapa yang perlu menjadi perhatian terkait PI ini, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Jambi.

Pertama, Pemerintah Provinsi Jambi mempersiapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola Participating Interest (PI) 10 persen blok migas. Ini merupakan salah satu sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jambi.

Selain itu, ke dua, perlu adanya mekanisme pengelolaan PI 10 persen terhadap wilayah kerja migas di Provinsi Jambi, serta mekanisme alokasi gas bagi BUMD Tanjung Jabung Timur.

Kue ini membutuhkan kesamaan cara pandang antara Pemprov Jambi, Pemkab Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, dan Batanghari, serta BUMD, memperoleh pemahaman komprehensif dan utuh tentang PI.

Jangan sampai PI dimanfaatkan oknum dan mafia migas dalam pemburuan rente di Jambi. Baik dalam hal kepemilikan 10 persen Profitability Index (PI) yang diberikan kepada Daerah penghasil Migas. Maupun porsi Pemerintah Daerah dalam menjual migas yang dihasilkan di daerah bersangkutan.

Beberapa kasus bisnis, lantaran modal yang terbatas untuk menebus 10 persen PI, Pemerintah Daerah sering kali menggadaikan PI kepada perusahaan swasta, yang sesungguhnya modal juga terbatas. Dengan PI di tangan perusahaan swasta, hal tersebut berpotensi itu mencarikan modal pinjaman di bank untuk menebus kompensasi pengelolaan PI.

Sedangkan penjualan jatah gas bumi, perusahaan swasta yang ditunjuk menjual kembali ke Perusahaan lain, pemilik infrastruktur pipa yang menghubungkan dari sumber gas di daerah dengan konsumen akhir.

Baca juga:  Mencari Peluang dari Pelemahan Rupiah 

Untuk kedua modus tersebut, perusahaan swasta sebenarnya berperan hanya sebagai makelar dengan memanfaatkan kelemahan tata kelola dan memiliki kedekatan dengan penguasa pengambil keputusan di daerah.

Sehingga paling tidak ada upaya untuk meminimkan pemburuan rente migas dengan memperbaiki tata Kelola migas dengan transparan, yang siapa pun dapat mengawasi keputusan jual-beli Migas.

Ke depan Gubernur bisa saja membentuk Tim Transparansi Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jambi. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan derajat keterbukaan dan transparansi di sektor migas.

Tim Transparansi ini bisa beranggotakan SKPD terkait, penegak hukum, pelaku usaha lokal dan perwakilan masyarakat sipil (LSM, Tokoh Masyarakat, Serikat Pekerja).

Tim Transparansi tersebut memiliki tugas utama dalam melakukan permintaan informasi/data, verifikasi dan analisis serta sosialisasi dan publikasi informasi/data terkait ruang lingkup transparansi tata kelola minyak dan gas bumi di Jambi.

Terakhir, dibalik peluang besar ini sebenarnya pemerintah harus mengantisipasi sisi lain dari kue baru migas ini, yakni Korupsi.

Masalah ini publik belajar dari kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan yang menyeret mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin.

Kasus ini seolah menyingkap tabir rentannya pengelolaan migas menjadi bancakan dan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan migas oleh BUMD di Indonesia, meski tidak bisa digeneralisir, ini bisa dijadikan warning, perlu di antisipasi, jika tidak dikhawatirkan akan juga terjadi di Jambi.

Mengantisipasi ini penting, agar Pejabat daerah dan BUMD patuh pada regulasi tata kelola aset pemerintah daerah, hati-hati dan memahami dengan baik regulasi di tingkat pusat dan daerah, tidak hanya terkait migas namun juga regulasi di tingkat Pemda. Selain itu sedari awal harus ada audit, auditor publik dan pemerintah dalam hal ini BPKP. Jika tidak, hanya masalah waktu, muncul kasus hukum dari kue baru Migas ini.

Penulis : Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat