Hal ini membuat Swedia menghasilkan output utama mengurangi rasio utang terhadap PDB dari 70 persen menjadi sekitar 35 persen dalam kurun waktu 20 tahun. Pelajaran dari keberhasilan Swedia bagi Indonesia adalah: pemangkasan anggaran harus disertai kerangka fiskal yang disiplin dan berbasis data, serta dukungan digitalisasi layanan dapat mengurangi biaya operasional birokrasi tanpa mengorbankan kualitas layanan publik.

Pelajaran yang dapat diambil bagi Indonesia adalah pemangkasan anggaran tidak hanya soal mengurangi biaya, tetapi juga memastikan pengeluaran yang benar-benar produktif, serta memberikan lebih banyak otonomi kepada daerah bisa meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa menambah beban pemerintah pusat.

Lalu, ada juga pelajaran dari krisis inflasi dan pemotongan anggaran era Javier Milei (2023-2024) di Argentina, yang mengusung kebijakan shock therapy melalui pemotongan besar-besaran terhadap anggaran negara untuk mengatasi hiperinflasi dan defisit fiskal.

Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintahan Javier meliputi pemotongan anggaran lebih dari 5 persen dari PDB, penghapusan subsidi energi dan transportasi, pengurangan belanja kementerian dan daerah, liberalisasi ekonomi dan deregulasi; dan menghentikan transfer dana ke provinsi.

Hasil yang diperoleh dari kebijakan ini bagi Argentina adalah inflasi turun dari 211 persen pada Desember 2023 menjadi 200 persen pada awal 2024, kemiskinan meningkat dengan 50 persen populasi hidup di bawah garis kemiskinan akibat kenaikan biaya hidup setelah subsidi dicabut, dan pasar keuangan relatif stabil, tetapi daya beli masyarakat merosot drastis.

Baca juga:  Program Astacita Prabowo Subianto: Kolaborasi Polda Jambi dan PTPN IV Tanam Jagung Serentak untuk Swasembada Pangan

Pelajaran bagi Indonesia dari kebijakan di Argentina adalah pemangkasan anggaran memang bisa membantu stabilitas fiskal, tetapi harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari dampak sosial yang besar, penghapusan subsidi harus disertai dengan kebijakan mitigasi, seperti program bantuan langsung tunai atau stimulus ekonomi bagi sektor yang terkena dampak, dan apabila memangkas belanja birokrasi, harus memastikan ada strategi penciptaan lapangan kerja baru untuk menampung tenaga kerja yang terdampak.

Intinya, di usia pemerintahan Prabowo yang belum seumur jagung, kita harus yakin pemerintah melakukan pemotongan anggaran disertai dengan strategi yang jelas dalam menjaga stabilitas ekonomi. Termasuk memberi kepastian dunia usaha. Karenanya, investor dan sektor swasta perlu mendapatkan sinyal bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Efisiensi anggaran tidak hanya menjadi alat penghematan, tetapi juga sebagai upaya meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat. Suatu langkah penting untuk mengurangi pemborosan dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

Baca juga:  Presiden Prabowo Tekankan Pentingnya Peran Aktif Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Global di World Governments Summit 2025

Tentu saja, efisiensi anggaran dapat memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap pengangguran, tergantung pada konteks dan implementasinya. Menurut saya ada beberapa pandangan yang mendukung pernyataan bahwa efisiensi anggaran tidak membuat pengangguran baru.

Cara pandangnya adalah kita harus melihat pemotongan anggaran sebagai proses pengalokasian Sumber Daya yang Lebih Efektif. Efisiensi anggaran dapat membantu pemerintah mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu hal tersebut berbentuk pengurangan Biaya Operasional. Efisiensi anggaran dapat membantu perusahaan mengurangi biaya operasional, sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Pada Investasi, efisiensi anggaran dapat membantu pemerintah meningkatkan investasi dalam sektor-sektor yang strategis, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, efisiensi anggaran yang berhasil dapat mendorong penyempurnaan sektor infrastruktur. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kualitas infrastruktur yang mendukung produktivitas ekonomi, Pengurangan biaya logistik dan peningkatan konektivitas antar daerah menjadi salah satu prioritas dalam penggunaan anggaran yang lebih efisien.

Baca juga:  Debat Kandidat Sarolangun: Panggung Retorika Hampa, Panelis Ala Kadarnya

Kebijakan ini harus dilakukan secara cermat dan teliti agar tidak menurunkan kapasitas ekonomi nasional dalam jangka panjang. Karena penting memastikan bahwa setiap rupiah anggaran yang tersedia digunakan dengan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Pemerintah juga harus mengarisbawahi pentingnya fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan serta keberlanjutan dalam jangka panjang.

Dalam hal ini Teori Adaptive Efficiency yang menekankan pentingnya institusi yang fleksibel dan inovatif dalam mengelola sumber daya agar tetap relevan di tengah perubahan lingkungan.

Agar efisiensi tidak berdampak kepada pekerja, pemerintah perlu melakukan penyisiran anggaran dengan bijaksana. Misalnya, memangkas anggaran program yang tidak prioritas utama, dan memiliki tata kelola dan pendataan yang lebih cermat. Di sisi lain, sejumlah kementerian dan lembaga tidak melakukan PHK kepada pekerjanya sebagai bentuk efisiensi.

Benang merahnya, kebijakan efisiensi harus fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi serta memastikan keberlanjutan layanan publik. Karena, efisiensi tak juga harus membuat orang menganggur. Meski, membuat pemerintah harus berhati – hati. !

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat