Paslon Nomor 2 HAR-Guntur Gunakan Kelenteng untuk Kampanye, Pengamat Tionghoa Jambi : Merusak Reputasi Baik Tionghoa

Illustrasi larangan berkampanye di tempat-tempat ibadah.
Illustrasi larangan berkampanye di tempat-tempat ibadah. [TanyaFakta.id/Ist]

TANYAFAKTA,ID, KOTA JAMBI – Kelenteng Sua Leng Keng, sebuah rumah ibadah umat Khonghucu di Kota Jambi, yang seharusnya menjadi tempat suci untuk beribadah, kini menjadi sorotan setelah munculnya dugaan penyalahgunaan tempat tersebut untuk kegiatan politik Calon Walikota Jambi nomor urut 2, H.Abdul Rahman (HAR) beberapa waktu lalu.

Pengamat Sosial Budaya Tionghoa Provinsi Jambi, Mursiduddin, menyatakan bahwa jika dugaan tersebut terbukti, maka hal ini perlu ditindaklanjuti secara serius karena bisa berdampak negatif pada berbagai aspek, baik agama maupun sosial.

Menurut Mursiduddin, Kelenteng Sua Leng Keng dan rumah ibadah lainnya harus dijaga fungsinya sebagai tempat untuk melaksanakan ajaran agama, bukan untuk kepentingan politik.

“Jika ada indikasi penyalahgunaan rumah ibadah untuk kegiatan politik, hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan dapat merusak reputasi komunitas Tionghoa yang selama ini dikenal bersusila dan bermoral tinggi,” tegas Mursiduddin pada Jumat, (15/11/2024) malam.

Peran Positif Komunitas Tionghoa di Jambi

Mursiduddin menekankan bahwa komunitas Tionghoa di Jambi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan daerah. Beberapa kontribusi mereka di antaranya adalah sebagai pengusaha sukses yang menciptakan lapangan kerja dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, serta mendirikan sekolah-sekolah berkualitas yang meningkatkan pendidikan di Jambi.

Baca juga:  Hasil Panggung Debat Terakhir: Mengapa Maulana-Diza Adalah Jawaban, dan HAR-Guntur Sebuah Risiko

Selain itu, komunitas ini juga aktif dalam kegiatan filantropi dan sosial, memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, serta menjaga dan melestarikan warisan budaya Tionghoa melalui berbagai perayaan tradisional dan pengelolaan rumah ibadah.

“Kontribusi mereka sangat positif dalam masyarakat, dan kami sangat berharap agar nilai-nilai ini terus dijaga,” ujar Mursiduddin.

Penyalahgunaan Rumah Ibadah Berpotensi Menimbulkan Konflik Sosial

Terkait dengan potensi penyalahgunaan rumah ibadah untuk kepentingan politik, Mursiduddin mengingatkan bahwa tindakan tersebut bisa menimbulkan dampak yang merugikan, antara lain:

  1. Pelanggaran Nilai Agama: Rumah ibadah adalah tempat yang sakral bagi umat beragama, dan menggunakan tempat tersebut untuk kepentingan politik dianggap sebagai tindakan yang tidak menghormati nilai-nilai agama.
  2. Kerusakan Reputasi: Penyalahgunaan rumah ibadah dapat merusak reputasi komunitas Tionghoa secara keseluruhan, terutama jika dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan agama.
  3. Potensi Konflik: Tindakan semacam ini dapat memicu perpecahan dan konflik sosial di masyarakat, terutama jika melibatkan kelompok dengan pandangan politik yang berbeda.
  4. Pelanggaran Hukum: Jika terbukti melanggar hukum, pihak yang bertanggung jawab perlu menghadapi konsekuensi yang sesuai.
Baca juga:  Masyarakat Desa Delima Akan Gelar Aksi Jalan Kaki ke Jakarta, Ini Tuntutannya

Menjaga Karakter Bersusila dan Bermoral

Mursiduddin menegaskan bahwa penyalahgunaan rumah ibadah bertentangan dengan karakter komunitas Tionghoa yang dikenal dengan sifatnya yang bersusila dan bermoral. Menurutnya, tindakan tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai luhur yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Tionghoa.

Perspektif Hukum tentang Penyalahgunaan Rumah Ibadah

Dari perspektif hukum, Mursiduddin mengingatkan adanya beberapa dasar hukum yang relevan, baik dari peraturan nasional maupun internasional, yang melindungi kebebasan beragama dan kebebasan berserikat. Di antaranya adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjamin kebebasan beragama dan berserikat bagi setiap warga negara.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai peraturan daerah juga menekankan pentingnya melindungi kebebasan beragama dan menjaga rumah ibadah dari penyalahgunaan. Bahkan, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) juga menggarisbawahi hak setiap individu untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya secara bebas.

“Jika ada indikasi penyalahgunaan rumah ibadah untuk kegiatan politik, maka hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam UUD 1945 dan DUHAM, yang menegaskan hak atas kebebasan beragama dan kebebasan berserikat,” tambah Mursiduddin.

Baca juga:  Air Sering Mati di Muaro Jambi, DPC GMNI Jambi Desak Dirut Perumda Tirta Muaro Jambi Bertindak

Penegakan Hukum yang Tegas Diperlukan

Mursiduddin menyarankan agar jika terdapat bukti penyalahgunaan rumah ibadah untuk kepentingan politik, maka perlu ada tindakan hukum yang tegas untuk memberikan efek jera dan menjaga agar rumah ibadah tetap menjadi tempat yang suci dan terlindungi dari campur tangan politik.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan rumah ibadah di Kota Jambi, termasuk Kelenteng Sua Leng Keng, tetap dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai tempat ibadah dan pengabdian kepada agama. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *