TANYAFAKTA.ID – Dua calon gubernur Jambi, Romi Hariyanto dan Al Haris, telah mengikuti debat publik perdana yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jambi, Minggu (27/10/20204) malam.
Debat publik dengan tema ”Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat” dan salah satu sub temanya adalah Kedaulatan Pangan.
Debat ini memberi kesempatan kepada pasangan calon menyebarluaskan profil dan visi-misi serta program kerja ke depan. Dengan harapan masyarakat lebih mengenal kedua calon.
Ada hal menarik dari pertanyaan yang muncul dari sesi debat pertama ini, yakni tentang upaya pendekatan apa yang akan dilakukan dalam penyelesaian konflik agraria di Jambi, tentu bicara konflik agraria di Jambi adalah sesuatu hal yang sangat berkelindan dan pelik sekali untuk diselesaikan dalam kurun beberapa tahun kebelakang ini bahkan “prestasi” konflik agraria tertinggi pun masih melekat untuk Provinsi Jambi.
Tulisan ini akan mencoba membedah jawaban dari Romi Haryanto yang mendapat pertanyaan tentang pendekatan apa yang akan dilakukan dalam penyelesaian konflik agraria di Jambi.
A. Romi akan berkordinasi dengan Bupati/Walikota.
Apakah konflik agraria bisa selesai tanpa adanya koordinasi? Tentu jawabannya tidak. Salah satu poin penting terwujudnya reforma agraria adalah adanya kemauan politik, tanpa adanya kemauan politik tentu penyelesaian konflik agraria hanya akan menjadi narasi-narasi kosong dan berujung kepada tidak akan selesai permasalahan tersebut, maka koordinasi semua pihak baik di tingkat desa sampai ke presiden sangat penting dalam upaya penyelesaian konflik agraria tersebut, sebab peran negara (dalam hal ini pemerintahan) sangat krusial dalam hal ini.
B. Romi akan Melakukan pemetaan permasalahan dengan melibatkan pemuka adat, NGO/CSO dan Pihak terkait
Untuk menyelesaikan sebuah permasalahan penting menyerap semua masukan, serta pandangan dari berbagai pihak terkait, maka dari itu pemetaan kasus sangat penting untuk upaya serius dalam menyelesaikan konflik agraria tersebut, selain pemetaan kasus.
Melibatkan pemuka adat, NGO/CSO dan pihak terkait merupakan langkah kongkrit dalam upaya penyelesaian konflik agraria sebab kehadiran pemuka adat yang fasih dengan adat serta sejarah akan menjadi neraca ukur dalam sebuah kasus konflik agraria.
Keterlibatan NGO/CSO yang bekerja secara swadaya mendampingi masyarakat yang terdampak konflik agraria juga mempunyai peran penting dalam langkah serius penyelesaian konflik agraria, karena tidak bisa dipungkiri kehadiran lembaga non pemerintahan ini acapkali di anggap sebagai biang rusuh sehingga keberadaan mereka di anggap sebagai lawan, namun dari jawaban Romi terkait melibatkan lembaga non pemerintahan untuk penyelesaian konflik agraria merupakan upaya kongkrit dan kemauan serius untuk menyelesaikan konflik agraria.
Kemudian yang terakhir melibatkan pihak terkait dalam berbagai kasus di Jambi mayoritas konflik agraria adalah antara petani dan perusahaan, dengan melibatkan semua pihak terkait tersebut tentu akan menjadi salah satu jalan untuk sama-sama mendengar dan mencari solusi bersama atas nama hukum dan undang-undang berlaku agar tidak ada satu pihakpun yang dirugikan.
Romi akan memberi pedampingan kepada masyrakat
Hadirnya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik agraria adalah sebuah wujud dari baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur sebab sebuah pemerintahan yang baik tidak lepas dari hubungan baik antara pemerintah dan masyarakatnya, wujud itu bisa dalam bentuk memberi akses mudah masyarakat untuk “mengadu” kepada pemerintahan dan memberikan solusi kongkrit dan nyata yang tidak cukup dengan kalimat “aman dindo, agek kito urus”.
Akhir Kata
Sementara itu, konflik agraria yang merebak selama ini adalah tanda lain dari perlu dilaksanakannya reforma agraria, karena konflik agraria itu sendiri merefleksikan pudarnya keadilan agraria di dalam suatu masyarakat (:negara).
Reforma agraria dimaksudkan untuk menjawab ketimpangan dan konflik yang timbul. Konflik agraria selain merupakan akibat tidak dilaksanakannya reforma agraria, juga dapat terjadi dalam proses reforma agraria apabila persiapannya tidak matang.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya konflik yang biasanya menyertai pelaksanaan reforma agraria, maka reforma agraria perlu dipersiapkan dengan matang dengan memenuhi berbagai prasyarat yang diperlukan. Peran negara (dalam hal ini:pemerintah) sangat penting, bahkan tidak tergantikan dalam pelaksanaan reforma agraria, termasuk menyediakan prasyarat-prasyaratnya.
Prasyarat pelaksanaan reforma agraria yang dimaksud meliputi: (1) kemauan politik, (2) data keagrariaan yang lengkap dan akurat, (3) adanya organisasi tani yang kuat, (4) elit politik dan elit bisnis yang harus terpisah, dan (5) dukungan dari angkatan bersenjata.
Hendak lah tidak sekedar menempatkan reforma agraria sebagai program penyerta atau complementary program bagi revitalisasi pertanian.
Apalagi sejatinya gagasan tentang revitalisasi pertanian itu masih disandarkan pada cara-cara lama, yakni mengandalkan kekuatan modal besar yang diundang dari luar pedesaan untuk mengeksploitasi potensi lokal.
Jika reforma agraria hanya ditempatkan sebagai complementary program, apalagi lebih diorientasikan untuk memberikan kepastian hukum (secara formal) bagi penguasaan tanah oleh petani semata untuk kemudian dilibatkan dalam program-program pengembangan ekonomi yang eksploitatif yang dikendalikan oleh korporat-korporat bisnis.
Jika demikian, maka itu lah yang disebut dengan reforma agraria “pura-pura” yang kemudian akan lebih mencuatkan kepentingankepentingan ekonomi dan politik yang berbeda ketimbang untuk mencapai tujuantujuan pokoknya yang berujung pada penciptaan keadilan agraria (agrarian justice).