TANYAFAKTA.ID, TANJABTIM – Dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Kabupaten Muaro Jambi berinisial UN dalam praktik mafia tanah dan tindak kekerasan kembali mencuat. UN dilaporkan ke Polsek Mendahara Ulu setelah diduga melakukan pemukulan terhadap seorang warga berinisial R, yang sebelumnya terlibat konflik pengelolaan lahan.

Kasus ini bermula dari sengketa lahan milik R yang berlokasi di kawasan hukum Polsek Mendahara Ulu. R mengaku telah memberikan kuasa pengelolaan lahannya kepada tiga orang: HS (mengaku sebagai penasihat hukum), HI (pengurus lahan), dan SF (penjaga keamanan), dengan tujuan menjaga produktivitas lahan sembari mengurus legalitas kepemilikan. Namun, sejak 2019, lahan tersebut justru tak lagi dikelola secara administratif, melainkan hanya dipanen sepihak—tanpa hasil yang diterima oleh pemilik lahan.

Baca juga:  Ratusan Petani Tuntut Penyelesaian Konflik Agraria : Kami Merasa Tidak Memiliki Pemimpin

Pada tahun 2020, ketiga pihak tersebut kembali mendatangi korban dan mengklaim akan kembali mengurus legalitas lahan. R yang masih berharap pada itikad baik mereka, menandatangani surat penyerahan lahan. Belakangan, surat itu justru disalahgunakan sebagai dasar untuk menjual lahan seluas 3 hektar tersebut.

Data yang dihimpun menyebutkan, lahan itu dijual oleh Safarudin kepada UN seharga Rp40 juta. Tak lama kemudian, UN diduga menjual kembali lahan tersebut kepada pihak ketiga bernama Damanik dengan nilai fantastis: Rp450 juta.

Empat bulan lalu, korban yang sudah geram karena tak kunjung mendapat kejelasan, mendatangi kembali lahan miliknya. Alih-alih menyelesaikan secara baik-baik, R malah menjadi korban kekerasan fisik. Ia mengaku dipukul oleh UN dan sejumlah orang yang bersamanya, bahkan sebelum sempat berbicara sepatah kata pun.

Baca juga:  Ulil Amri Fokuskan Pembangunan Kecamatan Jambi Luar Kota di Periode Kedua

R kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Mendahara Ulu. Meski penyelidikan disebut masih berlangsung, upaya media untuk mendapatkan klarifikasi dari pihak kepolisian justru menemui hambatan.

“Kami masih menyelidiki. Untuk informasi lebih lanjut silakan langsung ke Kapolsek,” ujar Kanit Polsek Mendahara Ulu melalui pesan singkat saat dikonfirmasi.

Namun hingga berita ini diturunkan, Kapolsek Mendahara Ulu belum memberikan pernyataan resmi, meski telah dihubungi berulang kali. Sikap tertutup aparat ini memunculkan pertanyaan publik terkait transparansi penanganan kasus yang melibatkan oknum pejabat daerah. (*)