TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Banjir yang terus berulang di Kota Jambi kembali memunculkan polemik. Salah satu kawasan yang disorot adalah Jambi Business Center (JBC), yang diduga menjadi penyebab utama banjir. Pihak manajemen JBC membantah tudingan tersebut dan menyebut bahwa banjir di wilayah itu dipengaruhi oleh faktor topografi.
Direktur JBC, Mario Liberty Siregar, mengatakan bahwa tuduhan yang menyebut JBC sebagai satu-satunya penyebab banjir tidak berdasar. Menurutnya, secara topografi, wilayah JBC memang merupakan muara alami dari berbagai aliran air dari kawasan Tugu Juang, Mayang, hingga STM.
“Air datang dari mana-mana dan bermuara di wilayah JBC. Tapi kenapa hanya kami yang disalahkan? Padahal kami sudah membangun kolam retensi sesuai regulasi,” tegas Mario dalam keterangannya.
Namun, pernyataan itu mendapat respons kritis dari Perkumpulan Hijau (PH) Jambi. Koordinator Advokasi dan Kampanye PH, Oscar Anugerah, menyebut bahwa penjelasan pihak JBC tidak tepat secara ekologis dan tata ruang.
“JBC itu sebelumnya adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Mengalihkan fungsinya menjadi kolam retensi tidak serta merta menyelesaikan masalah. Kawasan itu secara alami merupakan area resapan air untuk wilayah sekitarnya,” ujar Oscar.
Ia menilai, pembangunan kolam retensi justru tidak sebanding dengan fungsi ekologis RTH yang telah dihilangkan. Apalagi dengan luas kolam yang terbatas dan permukaan tanah yang kini telah ditutupi beton, efektivitas penyerapan air pun menurun drastis.
“Apakah kolam retensi itu cukup menahan laju dan volume air ketika debit meningkat saat hujan deras? Ini yang harus dikaji secara komprehensif,” ujarnya.
Oscar juga menyoroti buruknya tata kelola pembangunan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, pembangunan selama ini hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
“Masalahnya bukan hanya di pengembang, tapi juga pada arah pembangunan kota yang salah urus. Pemerintah tidak mempertimbangkan risiko ekologis dan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi,” kritiknya.
Ia menambahkan bahwa wilayah JBC, sebagai dataran rendah, seharusnya dipertahankan sebagai zona penampungan air alami. Alih-alih dijaga, kawasan itu justru dialihfungsikan secara masif.
“Lebih efektif mana: membangun kolam buatan atau mempertahankan resapan alami? Logikanya sederhana, tapi sering kali diabaikan,” ucap Oscar.
Sebagai solusi, PH Jambi mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tata ruang kota, termasuk mengembalikan fungsi ekologis wilayah yang telah rusak.
“Pemerintah harus bertanggung jawab dan mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai penyangga air, bukan sekadar area bisnis,” tutup Oscar. (*)
Tinggalkan Balasan