TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jambi baru-baru ini mengumumkan daftar media online, cetak, dan elektronik yang terpilih menjadi mitra kerja untuk tahun 2025.
Kepala Diskominfo Provinsi Jambi, Ariansyah, menjelaskan bahwa media online yang bekerja sama pada tahun 2025 telah melalui tahap seleksi dan verifikasi sesuai dengan syarat yang ditetapkan.
“Pada tahun 2025, terdapat penurunan alokasi belanja untuk media online lebih dari 30 persen dibandingkan tahun 2024. Oleh karena itu, kami menerapkan seleksi yang diatur melalui Surat Edaran Gubernur, yang ditujukan kepada pimpinan media dengan persyaratan kerja sama dan poin-poin yang harus dipenuhi,” ujar Ariansyah.
Lebih lanjut, Ariansyah menyebutkan bahwa ada beberapa media yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja sama. Saat ini, terdapat lebih dari 170 media yang telah terdaftar sebagai mitra kerja Diskominfo Provinsi Jambi.
“Media yang mengajukan permohonan kerja sama mencapai lebih dari 350 media,” tambahnya.
Ariansyah juga menjelaskan bahwa pengurangan jumlah mitra media sejalan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Instruksi tersebut mengatur efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Sebelumnya, sejumlah pemilik media online di Provinsi Jambi sebelumnya mengeluh karena tidak mendapatkan kontrak kerja sama dengan Diskominfo Provinsi Jambi dan adanya pemutusan kontrak kerjasama dengan Diskominfo pada tahun 2025 yang di duga kritis terhadap pemerintah Provinsi Jambi.
Mursyid Sonsang, Ketua PWI Provinsi Jambi periode 2007-2017, menilai bahwa kebijakan ini mengurangi kemerdekaan pers di Jambi.
“Wajar saja indeks kemerdekaan pers di Provinsi Jambi terus turun. Dinas Kominfo Provinsi Jambi sudah menjadi monster bagi media yang kritis,” kata Mursyid.
Mursyid juga menilai kebijakan yang diterapkan oleh Dinas Kominfo Provinsi Jambi dalam memilih media untuk bekerja sama sangat tidak transparan dan terkesan “brutal”.
Menurutnya, kriteria yang digunakan sangat kabur dan ada kesan pilih kasih yang kental dengan muatan politik.
“Ini sangat brutal. Tidak jelas apa kriteria dan ukuran media yang bisa bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jambi. Pilih kasih. Kental sekali nuansa politiknya. Ada media yang baru muncul langsung dapat kontrak, sementara beberapa media lama yang sudah jelas kredibilitasnya malah tidak dipilih,” ujar Mursyid.
Menanggapi hal tersebut, Ariansyah menjelaskan bahwa indeks kemerdekaan pers diukur berdasarkan tiga variabel, yaitu lingkungan fisik dan politik, lingkungan ekonomi, serta lingkungan hukum.
“Saya rasa, indeks kemerdekaan pers tidak berkorelasi langsung dengan apakah ada atau tidaknya kerja sama. Indeks tersebut diukur melalui 20 indikator berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh para ahli yang ditunjuk di setiap provinsi,” jelas Ariansyah.
Ariansyah juga menambahkan bahwa survei indeks kemerdekaan pers dilakukan oleh para ahli independen yang ditunjuk oleh Dewan Pers, dan tidak hanya melibatkan pemerintah daerah, tetapi juga seluruh stakeholder.
Ia mengimbau kepada media online, elektronik, dan cetak untuk memahami kondisi saat ini yang berdasarkan pada ketentuan dan regulasi yang telah ditetapkan.
“Mohon dimengerti dan dipahami oleh rekan-rekan media,” pungkas Ariansyah. (*)
Tinggalkan Balasan