TANYAFAKTA.ID, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kini harus menghadapi sorotan tajam setelah Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi dalam kegiatan retret kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilaksanakan pada 21-28 Februari lalu di Akmil Magelang, Jawa Tengah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan ini mencuat setelah beredarnya Surat Edaran Nomor 200.5/628/SJ, yang mengatur bahwa kegiatan orientasi kepemimpinan bagi kepala daerah akan berlangsung pada 21–28 Februari 2025 dan dibiayai melalui PT LTI.

Namun, setelah munculnya kecaman publik, Kemendagri buru-buru mengeluarkan surat edaran baru Nomor 200.5/692/SJ yang mengalihkan pembiayaan kegiatan tersebut ke APBN berdasarkan DIPA Kemendagri, sebuah perubahan yang menimbulkan kecurigaan.

Koalisi yang terdiri dari Themis Indonesia, PBHI, KontraS, dan ICW langsung mengkritisi langkah tersebut, menilai perubahan skema pembiayaan ini sebagai upaya untuk menutupi ketidakberesan dalam pengadaan barang dan jasa.

Baca juga:  Indikasi Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa di Petrochina Jabung Ltd, Pemuda Jambi Geruduk Gedung SKK Migas

Para pihak ini menyatakan bahwa keputusan Mendagri tidak mencerminkan prinsip transparansi yang seharusnya diterapkan dalam setiap pengadaan yang melibatkan uang negara.

Adapun laporan mencakup dugaan penyalahgunaan anggaran sebesar Rp11 miliar hingga Rp13 miliar dan diduga melibatkan empat pihak besar.

Keempatnya, yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, politisi, serta direksi dan komisaris PT Lembah Tidar Indonesia (PT LTI) dan PT Jababeka.

Feri Amsari, akademisi dari Universitas Andalas yang turut melaporkan kasus ini, mengungkapkan bahwa penunjukan PT LTI sebagai pelaksana kegiatan diduga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mewajibkan setiap proses pengadaan harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

Baca juga:  Pertemuan Presiden Prabowo dan Panja Haji: Biaya Haji Turun, Pengawasan Diperketat

“Proses penunjukan PT LTI ini mencurigakan karena tidak ada proses seleksi yang transparan. Hal ini jelas berpotensi merugikan keuangan negara dan memicu praktik korupsi,” kata Feri, Jumat (28/2/2025), saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Selain soal transparansi, koalisi juga mencurigai adanya konflik kepentingan dalam penunjukan PT LTI. Perusahaan tersebut dikaitkan dengan kader Partai Gerindra, yang memunculkan pertanyaan serius tentang potensi adanya kepentingan politik yang bermain di balik kebijakan Kemendagri ini.

“Jika benar PT LTI memiliki keterkaitan dengan Partai Gerindra, maka ini bukan sekadar masalah etika, tapi juga soal integritas pemerintahan. Proses pengadaan seharusnya dilakukan melalui mekanisme yang jelas, adil, dan kompetitif, bukan dengan penunjukan langsung yang rentan penyalahgunaan,” tegas Feri.

Tito Karnavian, yang terkenal sebagai mantan Kapolri dengan rekam jejak dalam pemberantasan terorisme, kini harus menghadapi tekanan politik dan hukum.

Baca juga:  Tak Sekedar Duduk, Walikota Jambi Aktif dalam Setiap Diskusi Pada Retret Kepala Daerah di Magelang

Lahir di Palembang pada 26 Oktober 1964, Tito menjabat sebagai Kapolri pada 2016–2019 sebelum dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Mendagri pada 2019, dan kini kembali dipercaya untuk memimpin Kemendagri pada periode 2024–2029.

Meskipun Tito memiliki reputasi dalam dunia kepolisian, laporan ini menunjukkan bahwa kebijakan yang diambilnya di Kemendagri berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang baik.

Saat ini, laporan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil masih berada dalam tahap kajian di KPK. Jika ditemukan bukti awal yang cukup, tidak menutup kemungkinan kasus ini akan dilanjutkan ke tahap penyelidikan lebih lanjut, dengan potensi pengungkapan lebih dalam terhadap penyimpangan yang terjadi. (*)