TANYAFAKTA.ID, JAKARTA – Organisasi masyarakat sipil Kaoem Telapak mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada hari ke-100 masa kepemimpinan Presiden bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Surat bernomor 06/001/PKT/2025 (Download Disini) tersebut bertujuan memberikan masukan mengenai kelapa sawit yang dianggap sebagai komoditas strategis bagi Indonesia, namun dengan perhatian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh ekspansi industri ini.
Dalam pidatonya pada Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya kelapa sawit sebagai komoditas yang berperan dalam berbagai industri global seperti cokelat, deterjen, dan kosmetik.
Presiden juga menyebutkan bahwa kelapa sawit merupakan pohon yang mampu menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, serta menanggapi tuduhan deforestasi yang dialamatkan kepada industri kelapa sawit.
Namun, Kaoem Telapak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Dalam surat yang ditandatangani Abu Meridian selaku Campaign Leader Kaoem Telapak mereka mengungkapkan beberapa temuan penting berdasarkan kajian yang dilakukan.
“Kami mengakui bahwa kelapa sawit memiliki peran penting dalam ekonomi Indonesia. Namun, perlu ada perhatian serius terhadap deforestasi dan krisis lingkungan yang semakin memburuk akibat konversi hutan menjadi kebun sawit,” ungkap Abu dalam keterangan tertulis yang diterima TanyaFakta.id pada Minggu, (26/1/2025).
Menurut kajian Kaoem Telapak, ekspansi perkebunan sawit pada tahun 2023 menyebabkan konversi 30.000 hektare hutan, yang berpotensi memperburuk krisis iklim.
Mereka juga menyatakan bahwa beberapa wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua, telah melampaui daya dukung ekosistem mereka, mengancam keseimbangan ekologis.
“Kami juga mencatat adanya lebih dari 1.100 kasus konflik agraria terkait dengan perkebunan sawit, yang banyak disebabkan oleh masalah perolehan lahan tanpa persetujuan masyarakat dan pelanggaran hak-hak masyarakat adat,” tambah Abu.
Sebagai solusi, Kaoem Telapak menyarankan beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah peningkatan produktivitas sawit tanpa perlu ekspansi lahan baru melalui program peremajaan dan penerapan praktik pertanian yang berkelanjutan.
“Peningkatan produktivitas bisa dilakukan tanpa perlu membuka lahan baru. Dengan teknologi dan praktik yang baik, kita bisa meningkatkan hasil tanpa merusak lingkungan,” ungkap Abu Meridian.
Kaoem Telapak juga mendesak pemerintah untuk memperkuat kebijakan moratorium kelapa sawit, termasuk penghentian izin baru dan penguatan tata kelola berbasis prinsip keberlanjutan.
“Kami percaya, dengan kebijakan yang lebih tegas dan berbasis pada prinsip keberlanjutan, kelapa sawit Indonesia bisa menjadi komoditas unggulan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan dan menghargai hak-hak masyarakat,” tegasnya.
Surat terbuka tersebut diakhiri dengan harapan agar masukan dari Kaoem Telapak dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Presiden dan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait industri kelapa sawit di masa depan. (*)
Tinggalkan Balasan