TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Isu tentang mafia minyak illegal di Provinsi Jambi kembali mencuat setelah DPD Korsa Marhaen Indonesia (KOMANDO) Provinsi Jambi menggelar aksi unjuk rasa di Mapolda Jambi, Senin (20/1/2025) lalu.

Aksi ini tidak hanya sekadar untuk menyuarakan kekecewaan, tetapi juga sebagai respons atas ketidakseriusan Polda Jambi, khususnya Ditreskrimsus, dalam menangani masalah yang telah berlangsung bertahun-tahun ini.

Sebelumnya, pada tahun 2024, DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Provinsi Jambi juga telah menyuarakan masalah yang sama. Mereka mendesak Ditreskrimsus Polda Jambi untuk segera menindak tegas praktik mafia minyak illegal, termasuk penimbunan dan pengoplosan BBM bersubsidi di wilayah hukum Provinsi Jambi.

Revaldo Purba, Plt Sekretaris DPD GPM Provinsi Jambi, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Polda Jambi. Menurutnya, penindakan terhadap mafia minyak tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

Baca juga:  Warga Desa Rukam, Ditangkap Polisi Usai Curi Kelapa Sawit di PT EWF

“Ini sudah bukan masalah yang baru terjadi. Kasus ini sudah berlarut-larut dan terus berkembang. Namun, dari tahun ke tahun, bukannya semakin sedikit, malah jumlah kasusnya semakin meningkat,” tegas Revaldo.

Pernyataan ini sejalan dengan kritik yang disampaikan oleh DPD KOMANDO saat menggelar dalam aksi. KOMANDO menyoroti inkonsistensi Polda Jambi dalam penanganan mafia minyak, terutama dalam pengungkapan sumur minyak illegal dan gudang-gudang yang diduga menjadi tempat penimbunan hasil minyak illegal.

“Ketika Polda Jambi dan tim gabungan, termasuk instansi terkait seperti SKK Migas, Dinas Kehutanan, dan Kejari, melakukan operasi penindakan terhadap mafia minyak, informasi operasi tersebut selalu bocor. Lokasi sumur minyak dan alat yang digunakan seperti mesin dompeng dan kendaraan operasional sering kali sudah kosong sebelum pihak berwajib tiba,” jelasnya.

Tak hanya itu, penindakan yang dilakukan Polda Jambi dinilai hanya menyasar pekerja lapangan, bukan pemilik atau pemodal yang sebenarnya.

Baca juga:  Bela Korban Pemerkosaan, Nota Kesepahaman GMNI Jambi Tidak Disetujui Polda Jambi

“Untuk membuka satu sumur minyak illegal, biayanya tidak sedikit, sekitar 30 juta rupiah. Ini jelas bukan pekerjaan orang biasa. Aktivitas ini pasti melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan atau backing dari oknum tertentu,” lanjut Revaldo.

Revaldo juga mempertanyakan peran pemerintah desa dalam masalah ini. “Tidak mungkin kepala desa atau aparat desa tidak tahu tentang aktivitas illegal drilling di wilayah mereka. Ini menunjukkan bahwa praktik mafia minyak ini sudah terstruktur dan sistematis, dari bawah hingga ke atas,” ujar Revaldo dengan tegas.

Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh DPD GPM dan DPD KOMANDO Provinsi Jambi ini seolah menjadi indikator kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Polda Jambi.

Dia menilai, meskipun sudah sering menggelar aksi dan melakukan hearing dengan pihak kepolisian, tidak ada langkah nyata yang diambil untuk memberantas praktik illegal drilling dan mafia minyak yang terus berkembang.

Baca juga:  Debat Publik Pertama, Cawako Jambi Abdul Rahmat Tawarkan Visi, Misi dan Program Prioritas yang Konstruktif

DPD GPM Provinsi Jambi mengingatkan Polda Jambi agar penindakan yang dilakukan tidak hanya sebatas seremonial. Mereka mendesak agar pihak kepolisian tidak hanya menangkap pekerja, tetapi juga menindak pemilik dan pemodal yang terlibat dalam bisnis illegal ini.

“Kami mendesak Polda Jambi untuk segera menangkap pemilik dan mafia gudang-gudang minyak illegal, serta menjatuhkan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Revaldo.

Kritik tajam ini menegaskan bahwa masalah mafia minyak illegal di Jambi bukanlah sekadar isu sesaat. Namun, jika tidak ada tindakan yang tegas dan berkelanjutan dari pihak berwenang, masalah ini akan semakin memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. (*)