TANYAFAKTA.ID – Era di mana demokrasi seharusnya menjadi suara rakyat, Kabupaten Sarolangun malah menghadapi kenyataan pahit: suara bisa dibeli dengan harga yang murah. Praktik politik uang bukan sekadar isu sampingan; ia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemilihan umum di daerah ini. Menurut hemat penulis, jika kita terus membiarkan fenomena ini, kita bukan hanya merusak proses demokrasi, tetapi juga menghancurkan masa depan regenerasi serta masyarakat.
Mari kita jujur: politik uang di Sarolangun tidak hanya mencolok; ia telah merusak integritas pemilu hingga ke akar-akarnya. Dalam setiap pilkada, kita menyaksikan calon-calon yang lebih sibuk menghitung amplop daripada visi dan misi. Kita berada dalam situasi di mana pemilih terpaksa menjual hak suaranya demi imbalan finansial.
Rendahnya pendidikan politik dan kesadaran masyarakat mempengaruhi situasi ini.
Banyak pemilih yang tidak memilah antara calon yang berkualitas dan yang sekadar menawarkan uang. Dalam suasana ini, pilihan yang diambil tidak mencerminkan harapan untuk perubahan, tetapi lebih pada kepentingan sesaat. Lebih parah lagi, praktik politik uang menciptakan ruang bagi korupsi yang lebih luas.
Calon-calon yang terpilih dengan cara ini merasa terikat untuk mengembalikan “investasi” yang telah mereka lakukan selama kampanye. Keputusan-keputusan yang diambil cenderung berpihak kepada para penyokong mereka, bukan untuk kepentingan publik. Ketika politik uang menjadi patokan, dampaknya tidak hanya terasa pada pemilu.
Kita menciptakan budaya apatis di mana generasi mendatang tidak lagi percaya bahwa suara mereka dapat membawa perubahan. Jika kita tidak segera bertindak, kita akan menghadapi masyarakat yang enggan berpartisipasi dalam proses demokrasi, sehingga membiarkan kekuasaan terakumulasi di tangan segelintir orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang kesejahteraan bersama.
Untuk mengubah keadaan ini, diperlukan kesadaran kolektif. Seluruh elemen masyarakat harus menilik bahwa suara mereka adalah alat yang sangat berpengaruh terhadap kebijakan kebijakan yang berdampak langsung kepada rakyat. Edukasi politik yang lebih mendalam perlu diberikan, bukan hanya menjelang pemilu, tetapi secara berkelanjutan. Kita perlu membangun pemilih yang cerdas, yang mampu menganalisis calon berdasarkan kinerja dan visi, bukan hanya iming-iming uang.
Dalam menghadapi Pilkada mendatang, saatnya kita untuk mengubah perspektif dan menyatukan visi untuk selalu bersuara tentang “negative money politics” Kita perlu mengembalikan martabat demokrasi di Sarolangun, menjadikannya tempat di mana suara rakyat dihargai dan pemimpin dipilih berdasarkan kualitas,
VOX POPULI VOX DEI, suara rakyat adalah suara Tuhan.