TANYAFAKTA.ID – Demokrasi merupakan sebuah sistem yang didalamnya ada pemerintahan. Adapun masing-masing warga Negara yang ada di dalamnya pasti memiliki hak dan juga kesempatan yang setara tanpa memandang adanya suku, agama, jenis kelamin dan juga tidak memandang status sosial atau kelompok golongan tertentu.
Dalam sebuah sistem demokrasi , rakyat memiliki peran yang amat penting dalam menentukan sebuah keputusan. Tidak ada satupun bentuk keputusan dari pemerintah yang boleh ditetapkan serta merta tanpa adanya keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan.
Tujuan dari demokrasi sendiri adalah supaya mampu membantu Negara yang berdaulat terhadap rakyat di dalam membentuk pemerintahan yang sah dan dikehendaki oleh mayoritas masyarakat.
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang dapat dikatakan sangat demokratis di dunia, karena memiliki sistem pemerintahan negara dengan tingkat kebebasan masyarakatnya paling tinggi di berbagai bidang.
Contohnya dalam kehidupan sosial, mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM), ekonomi, budaya dan ras dan lain sebagainya. Dengan sistem demokrasi yang sangat tinggi, Amerika Serikat mulai menyuarakan paham tersebut ke berbagai penjuru dunia. Ada yang berhasil dalam menerapkan sistem pemerintahan tersebut, namun ada juga yang tidak berhasil ketika paham demokrasi diterapkan di negaranya.
Indonesia sendiri terkenal sudah memakai sistem pemerintahan demokrasi sejak lama. Hal ini sesuai dengan isi dari UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara Hukum dan Demokratis.
Namun, apakah Indonesia sudah sukses menjalankan paham demokrasi secara baik?. Jika diamati dari sisi sistemnya, maka bisa dibilang sistem demokrasi yang ada di Indonesia sudah sukses. Akan tetapi, apabila dilihat dari sisi fakta di lapangan, maka hal itu masih jauh dari kata demokrasi.
Misalnya, pada pelaksanaan Pemilu Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada). Agenda semacam itu biasa dikenal dengan yang namanya pesta demokrasi ,yaitu dalam rangka memilih pemimpin terbaik yang akan menjadi panutan.
Dalam proses keberlangsungannya, pesta demokrasi itu kerap memicu munculnya berbagai penyelewenangan. Berikut ini adalah beberapa penyelewenangan yang sering dilakukan dan ditemukan dalam proses demokrasi di Indonesia.
Money Politic
Penyalahgunaan atau penyelewenangan demokrasi yang pertama adalah adanya praktik money politic. Biasanya, praktik ini dilakukan dengan cara memanfaatkan kalangan ekonomi menengah kebawah yang sedang kekurangan uang. Misalnya, ada seorang calon pemimpin yang memberikan uang atau bahan pokok lain dengan tujuan untuk membeli hak suara mereka.
Intimidasi
Ini merupakan metode yang amat berbahaya dan sangat mengancam apabila diterapkan. Misalnya, ada suatu oknum dari pihak calon pemimpin yang melakukan tindak intimidasi kepada rakyat atau warga, agar mereka bersedia untuk memberikan suara mereka kepada calon pemimpin tersebut. Hal ini tentu saja bertentangan dengan asas demokrasi itu sendiri.
Kampanye Negatif/Black Campaign
Untuk penyelewengan atau penyalahgunaan demokrasi selanjutnya, yaitu adanya kampanye negatif/black campaign. Black campaign merupakan strategi politik kotor yang bertujuan untuk merusak reputasi lawan politiknya. Adapun sebab munculnya dari kampanye negatif ini adalah minimnya Informasi yang didapat masyarakat. Sehingga ketika ada informasi dari salah satu calon pemimpin, masyarakat akan menelaahnya secara langsung tanpa dicari dulu kebenarannya.
Dalam perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami beberapa kali pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun, dengan sejalannya demokrasi itu, Indonesia sampai saat ini masih saja belum menemukan sistem Demokrasi yang tepat. Banyak permasalahan yang datang dalam pencarian sistem Indonesia maupun jiwa para pemimpinnya.
Kepercayaan rakyat kepada penguasa sangat mudah untuk digoyahkan, karena berbagai dampak yang sifatnya negatif seperti media yang tidak memiliki sikap objektif atau bahkan memiliki kecenderungan subjektif atas informasi atau berita tertentu.
Berkaitan dengan kesamaan hak akan kerap dinilai tidak adil, karena berdasarkan kepada pendapat para ahli, bahwa tiap orang mempunyai pemahaman politik yang beragam alias tidak bisa sama persis.
Penulis : Hebron Togatorop, Fakultas Hukum Angkatan 2023 Universitas Jambi