TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Provinsi Jambi menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda Jambi pada Jumat, (13/9/2024).
Aksi ini berujung pada hearing dengan Tim Subdit Tipidter Diskrimsus Polda Jambi.
Revaldo Purba, koordinator lapangan aksi, menyatakan bahwa unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap aparat kepolisian, penegak hukum, dan SKK Migas. Mereka menyoroti maraknya illegal drilling di Jambi yang tidak ditangani dengan serius.
“Kami juga kecewa dengan banyaknya gudang yang dijadikan tempat penimbunan dan pengoplosan minyak bersubsidi serta hasil illegal drilling,” ujarnya kepada TanyaFakta.id, Rabu, (18/9/2024).
Meski demikian, Revaldo mengapresiasi kinerja Polda Jambi, yang sejak 2020 telah menutup ribuan sumur ilegal. Ia mencatat bahwa meskipun beberapa penjaga tempat dan pekerja ilegal telah ditetapkan sebagai tersangka, masih ada tantangan dalam menemukan pemodal di balik praktik tersebut.
“Polisi mengakui kesulitan menemukan pemodal karena kurangnya informasi dan minimnya anggota yang menangani kasus ini,” tambahnya.
Dia menambahkan saat hearing tersebut AKBP Taufik Nurmandi selaku Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Jambi mengatakan kepada massa GPM bahwa pihaknya sudah mengusahakan semampu mereka untuk mengatasi persoalan illegal drilling tersebut.
Sementara itu, salah satu pekerja ilegal di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari sebut saja Ujang (Red. Inisial Nama) mengaku tidak mengenal pemodal yang menyuruh mereka.
“Kami hanya pekerja yang disuruh mengebor. Kami tidak pernah bertemu dengan bos, yang kami tahu pemiliknya cina, itu aja,” jelasnya.
Sementara itu, Bung Goldfried menambahkan bahwa aparat desa seharusnya mengetahui aktivitas ilegal di wilayahnya.
“Ini menguatkan dugaan kami bahwa ada kolusi atau persekongkolan antara aparat desa, aparat penegak hukum (APH) dan penambang ilegal,” ujarnya.
Dia menuturkan bahwasanya masalah illegal drilling dan penyimpanan BBM ilegal bukanlah hal baru di Jambi, dan memang belum ada solusi tegas dari pihak berwenang.
Ditambah lagi dengan minimnya informasi dan personel, pihak aparat penegak hukum seperti menghadapi kesulitan dalam menuntaskan masalah ini.
“Kami mempertanyakan efektifitas jargon Polda Jambi yang mengatakan ‘Tuntaskan sampai ke akarnya’ itu,” pungkasnya. (Red)