Selanjutnya, Maria Magdalena menanggapi maraknya kasus kekerasan seksual di Kota Jambi. Ia mengaitkan fenomena ini dengan pengaruh perkembangan zaman dan kurangnya pengawasan dari orang tua.
“Kurangnya pengendalian dari keluarga terhadap penggunaan media sosial dan tontonan yang merusak merupakan salah satu penyebab maraknya kekerasan seksual. Orang tua harus lebih aktif dalam mengawasi dan membimbing anak-anak mereka,” kata anggota DPRD Kota Jambi empat periode itu.
Maria Magdalena menyatakan bahwa peran pemuka agama sangat penting untuk membantu Generasi Z (Gen Z) membatasi konsumsi konten negatif di media sosial. Ia berpendapat bahwa pengendalian diri terhadap tontonan yang ada di media sosial sangat diperlukan.
“Saat ini, interaksi antara pemuka agama dan Gen Z sebenarnya bisa semakin intens melalui keberadaan media sosial. Pemuka agama memiliki peran penting dalam membimbing Gen Z agar dapat membatasi konten negatif. Selain itu, penting bagi semua pihak—baik pemuka agama, pendidik, maupun tokoh budaya—untuk mengedukasi masyarakat mengenai selektivitas dalam mengonsumsi media. Hal ini bertujuan agar dampak negatif dari konten yang dikonsumsi dapat diminimalisir,” ujar Maria.
Terkait pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Kota Jambi, Maria menyebutkan bahwa sosialisasi UU tersebut belum sepenuhnya terlaksana. “Belum ada pelaksanaan yang optimal. Kita perlu menanyakan kepada pemerintah mengapa implementasinya masih kurang,” ujarnya.
Di bidang kesehatan di Kota Jambi, TanyaFakta.id memberikan pertanyaan mengapa proses pasien BPJS yang dari desa untuk berobat ke RS yang berada di kota begitu rumit.
Hal ini langsung di jawab dan dituturkan oleh Maria Magdalena, bahwa ini memang prosedur dari pihak BPJS mengapa harus menggunakan surat rujukan jika ingin berobat ke RS yang berkerjasama dengan BPJS yang berada di Kota Jambi.
“Itu memang prosesnya. Seperti saya, kalau saya menggunakan BPJS, kalau saya mau ke Siloam itu ga bisa karena kelasnya Siloam A. Kelasnya RSUD RD Mattaher itu B. Jadi kita itu kemaren mau naikin kelas RSUD RD Mattaher dengan RSUD Abdul Manaf ke Kelas A. Itu ga jadi, takutnya kasihan, lebih payah lagi prosesnya. Artinya memang perlu dirujuk dari Puskesmas kesitu. Tapi, kalau dalam situasi emergency itu bisa langsung ke kelas B,” tuturnya.
Lebih lanjut, Maria Magdalena menuturkan terkait hal tersebut dikarenakan ini memang regulasi BPJS itu sendiri. Agar juga tidak terjadinya penumpukan pasien di salah satu rumah sakit.
“Ini memang regulasi dari BPJS. Kalau saya sendiri aja langsung ke Siloam itu ga bisa. Karena agar jangan terjadi penumpukan pasien. Kalau sakitnya cuman poli-poli, KB, pilek-pilek itu bisa diperdayakan oleh Puskesmas, agar Puskesmas juga tidak nganggur. Makanya terjadi seperti itu. Karena dulu ga dibuat begitu, Puskesmas itu kosong, jam 11 sudah habis orang karena ga ada pasien,” tuturnya.
Maria Magdalena berpesan kepada seluruh staf, tenaga ahli serta seluruh pegawai di rumah sakit agar harus interesting kepada pasien BPJS.
“Saya berpesan kepada pelayan kesehatan, baik di tingkat dokter, dokter spesialis, baik sampai ke perawat, itu harus interesting terhadap pasien BPJS. Bukan karena BPJS dengan umum, namun itu harus dilayani sesuai dengan sumpah jabatan mereka ketika mereka mendapatkan pekerjaan itu dan juga profesi itu,” pungkasnya. (Hrs)