TANYAFAKTA.IDKetika menulis ini saya teringat sebuah kutipan yang berbunyi ” Nilai sejati dari bisnis adalah kemampuan untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.” – Milton Friedman”

Percaya akan kata – kata ini, sehingga saya meyakini Koperasi Desa Merah Putih bisa menjadi pintu masuk Indonesia menuju industrialisasi pedesaan yang berbasis prinsip-prinsip ekonomi Pancasila. Sebuah nilai tambah yang ingin dibangun melalui koperasi.

Secara ideologis Koperasi Desa Merah Putih adalah upaya besar Presiden Prabowo untuk mentransformasi struktur ekonomi dari yang sebelumnya oligarkis menjadi ekonomi rakyat yang berbasis pemerataan.

Di tengah ketimpangan distribusi aset dan kesempatan, koperasi desa bisa menjadi kendaraan efektif untuk mengoreksi ketidakadilan struktural yang selama ini menjadi batu sandungan dalam pembangunan nasional.

Koperasi akan berperan penting dalam memperbaiki tata niaga perekonomian di pedesaan dan menjadi sarana pendistribusian kesejahteraan yang paling efektif, sebagai keberhasilan koperasi pengelolaan potensi unggulan desa, pengiriman pupuk, dan usaha desa yang lain.

Koperasi yang sehat akan melahirkan kelas menengah desa yang kuat, mandiri, dan produktif, sesuatu yang selama ini absen dalam peta pembangunan nasional.

Indonesia sebenarnya tidak kekurangan potensi usaha yang bisa diusahakan koperasi. Dengan lebih dari 80.000 desa, masing-masing memiliki keunggulan lokal, koperasi desa bisa diarahkan menjadi basis produksi skala kecil hingga menengah yang terhubung ke pasar nasional dan internasional.

Baca juga:  70 Tahun Konferensi Asia-Afrika: Menyalakan Kembali Semangat Bandung untuk Transisi Energi Berkeadilan

Ditengah optimisme ini koperasi merah putih bukan sekadar memperkuat sektor tradisional, melainkan juga menciptakan ekosistem modern yang mempertemukan nilai-nilai lokal dengan tuntutan global.

Koperasi ini diharapkan tidak hanya bergerak di sektor konsumsi atau simpan pinjam seperti selama ini, melainkan naik kelas menjadi pelaku utama dalam rantai produksi, distribusi, bahkan ekspor.

Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas, koperasi-koperasi ini terhubung langsung dengan pengawasan OJK, mengadopsi skema tata kelola modern yang sudah biasa diterapkan di sektor keuangan.

Lalu ada pertanyaan, apa perbedaan fundamental Koperasi Desa Merah Putih dengan BUMDes ? Dalam konteks bisnis perbedaannya terletak pada pengakuan badan hukumnya di tingkat internasional.

Disini terbentuk nilai tambahnya bagi lapangan kerja pedesaan ? Dengan status koperasi, jaringan global yang terbangun dapat dimanfaatkan, membuka peluang ekspor komoditas lokal tanpa harus bergantung pada perantara besar.

Di banyak negara maju, koperasi telah menjadi pemain utama dalam berbagai sektor strategis.

Sebagai contoh, Koperasi peternak sapi perah dapat langsung bermitra dengan pabrik susu di New Zealand atau Belanda. Koperasi susu di New Zealand, seperti Fonterra, dan Belanda, seperti FrieslandCampina, menawarkan model kemitraan yang memungkinkan peternak untuk memasarkan susu mereka secara kolektif dan mendapatkan harga yang lebih baik.

Lalu ada Koperasi Zen Noh di Jepang, misalnya, menguasai hampir seluruh perdagangan padi nasional. Mereka bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen, menghubungkan petani dengan pasar. Zen Noh juga bertanggung jawab atas pemasaran dan pasokan produk pertanian dari kelompok koperasi pertanian Jepang (JA), yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kehidupan petani.

Baca juga:  Wali Kota Jambi Tegaskan Peran Strategis Koperasi Merah Putih untuk Perkuat Layanan Kesehatan

Ada juga Koperasi Frisian Flag di Belanda menguasai industri susu hingga ke tingkat global. Bahkan di Brasil, koperasi Unimed mendominasi sektor kesehatan dengan jaringan rumah sakit dan asuransi terbesar di negara tersebut.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja Koperasi Merah Putih (KMP) minimal dapat menyerap 1,6 juta tenaga kerja dari 80 ribu unit yang direncanakan dibentuk di seluruh Indonesia.

Kalkulasi ini tentu saja menghitung serapan tenaga kerja koperasi nanti, seperti pengawas, pengurus, pengelola, jika rata – rata 20 orang tiap koperasi, dikali 80 ribu desa, akan ada 1,6 juta orang terserap se-Indonesia.

Angka ini belum termasuk anggota yang akan diajak membentuk dan mengelola unit usaha secara produktif mengembangkan ekonomi desa, tidak hanya sebatas menjadi koperasi simpan pinjam saja, akan tetapi menjadi koperasi yang produktif yang mampu mengcover hasil panen pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan.

Konsepnya pemerintah menginginkan koperasi tidak lagi hanya mengelola usaha kecil, namun boleh masuk ke sektor pertambangan, perkebunan kelapa sawit dan bahkan punya pabrik.

Baca juga:  Miliaran Rupiah untuk Kenyamanan Ketua DPRD Sarolangun: Saat Instruksi Presiden Diabaikan, Rakyat Ditinggalkan

Namun demikian, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada beberapa faktor krusial. Pertama, kapasitas sumber daya manusia di tingkat koperasi desa harus dibangun secara serius.

Sehingga perlu disiapkan program pendidikan dan pelatihan intensif, tidak hanya tentang manajemen koperasi, tetapi juga tentang kewirausahaan modern, literasi keuangan, dan pemasaran digital.

Kedua, perlu ada jaminan bahwa koperasi ini memiliki akses terhadap pasar yang adil. Tanpa perlindungan dari monopoli dan kartel yang selama ini menguasai distribusi hasil bumi dan produksi pedesaan, koperasi desa hanya akan menjadi pemain pinggiran.

Ketiga, pemerintah perlu memastikan sistem insentif yang mendukung pertumbuhan koperasi, termasuk kemudahan akses pembiayaan, subsidi teknologi, dan perlindungan hukum.

Lebih jauh lagi, Koperasi Desa Merah Putih harus dirancang bukan sekadar sebagai entitas ekonomi, melainkan sebagai pusat inovasi dan regenerasi sosial di desa.

Dengan demikian, ekonomi desa tidak hanya bergerak dari bawah ke atas, tetapi juga menumbuhkan fondasi sosial yang lebih adil dan berkelanjutan, sesuai amanat

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Ini berarti sistem ekonomi Indonesia harus berbasis kerjasama dan kekeluargaan, bukan hanya persaingan dan individualisme.

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat tinggal di Jambi