TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Polemik Participating Interest (PI) 10% dalam pengelolaan minyak dan gas di Provinsi Jambi kembali memanas.

Koalisi Kedaulatan Rakyat Jambi (KKRJ) mendesak Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Provinsi Jambi dan Komisi VII DPR RI untuk tidak hanya fokus pada realisasi PI 10%, tetapi juga mengungkap jumlah pasti sumur migas yang dioperasikan PetroChina International Jabung Ltd dan legalitas izinnya.

Pembentukan Pansus I DPRD Provinsi Jambi didasari oleh terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2025, yang mengatur implementasi PI 10%.

Pansus ini telah menyampaikan persoalan belum maksimalnya kontribusi PI 10% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jambi ke DPR RI. Namun hingga kini, hasil konkret yang mampu mendongkrak PAD belum terlihat.

Baca juga:  Pemprov Jambi Percepat Proses Penerimaan PI 10% dari PetroChina, Kadis ESDM: Ini Amanat Regulasi

Christian Napitupulu dari KKRJ menyatakan bahwa langkah DPRD dan DPR RI sudah tepat, namun harus dibarengi dengan transparansi penuh dari PetroChina.

“Blok Jabung adalah wilayah dengan potensi migas yang sangat besar. Ironisnya, dua kabupaten di dalam wilayah blok tersebut justru masih tergolong termiskin di Provinsi Jambi,” ujar Christian pada Kamis, (24/4/2025).

Christian menekankan bahwa penerapan PI 10% harus dikaji berdasarkan jumlah sumur migas aktif dan status perizinannya. Menurut data publikasi PetroChina, sejak tahun 2002 telah dibor lebih dari 432 sumur, terdiri dari 34 sumur eksplorasi, sekitar 180 sumur produksi, dan rencana pengeboran baru sebanyak 9 sumur.

Namun, KKRJ menyoroti dugaan ketidaktertiban administrasi dalam pengelolaan sumur migas tersebut.

Baca juga:  Pasca Putusan MK, Baleg DPR Buru-Buru Gelar Rapat

“Berdasarkan temuan lapangan, sejumlah sumur diduga tidak memiliki izin hak pakai lahan. Padahal, menurut PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, tanah untuk kegiatan hulu migas wajib memiliki sertifikat hak atas tanah,” jelasnya.

Tak hanya itu, Christian juga mengangkat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada akhir 2024 yang mengidentifikasi potensi kerugian negara hingga Rp60,04 miliar dari tujuh paket pengadaan di PetroChina. Dugaan penyimpangan tersebut terjadi sepanjang 2019–2023.

“DPRD dan DPR RI harus segera memanggil pihak PetroChina untuk menjelaskan secara terbuka seluruh kegiatan operasionalnya, termasuk status hukum penggunaan lahan sumur migas. Tanpa itu, PI 10% hanya akan menjadi ilusi dan PAD Jambi tetap stagnan,” pungkas Christian. (*)