TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Hampir delapan tahun berlalu sejak skandal suap ketok palu APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 mencuat ke publik. Kasus yang menyeret puluhan anggota DPRD dan Gubernur Jambi saat itu sebagai penerima suap, memang telah diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, misteri besar masih menggantung: para pemberi suap hingga kini belum tersentuh hukum.
Fakta bahwa para kontraktor yang menyuap anggota dewan demi mendapatkan proyek dari APBD Jambi justru masih menghirup udara bebas, menjadi tamparan keras bagi penegakan hukum di negeri ini. Ironisnya, sejumlah nama pemberi suap sudah disebut secara terang-benderang dalam putusan pengadilan, namun tidak kunjung diproses secara hukum.
Hal ini menjadi bukti gamblang bahwa penegakan hukum kita masih tumpul ke atas. Padahal, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara tegas menyatakan bahwa baik penerima maupun pemberi suap harus diproses secara hukum.
Carlos Sianturi selaku Sekretaris DPD Korsa Marhaen Indonesia (KOMANDO) Provinsi Jambi menjelaskan bahwa nama-nama kontraktor yang disebut sebagai pemberi suap telah tercantum dalam Amar Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Jmb halaman 208. Berikut beberapa di antaranya:
1. Asiang
2. Hardono alias Aliang
3. Kendry Ariyon alias Akeng
4. Atong
5. Agus Triman alias Agus Rubiyanto
6. IIM
7. Musa Efendi dkk
8. Andi Putra Wijaya alias Andi Kerinci
9. Rudi Lydra
10. Ismail alias Mael
11. Hendri Atan alias Ateng
12. Abeng
13. Komarudin alias Komar
14. Timbang Manurung
15. Wisnu Syahputra
16. Yanti/Ade
17. Teguh
18. Dimas
19. Husin dkk
20. Parizal
21. H. Novrial
22. Khairul
23. Teddi Hermawan
24. Ari dan Suci
Melihat kelambanan KPK dalam menindaklanjuti kasus ini, DPD KOMANDO Provinsi Jambi melalui Sekretarisnya, Carlos Sianturi, berkomitmen akan segera melaporkan nama-nama tersebut ke KPK. Tak hanya itu, KOMANDO juga akan menyurati Dewan Pengawas KPK untuk memastikan laporan ini tidak kembali mandek di tengah jalan.
“Kami menilai KPK tidak serius dalam menyelesaikan perkara ini secara menyeluruh. Jika penerima bisa dijerat, maka para pemberi juga harus diadili. Ini soal keadilan dan integritas penegakan hukum,” tegas Carlos Sianturi pada TanyaFakta.id Sabtu, (19/4/2025).
Langkah ini menjadi pengingat keras bahwa publik tidak akan diam ketika hukum dipermainkan, dan para pelaku korupsi terus berlindung di balik kebijakan yang tebang pilih. (*)
Tinggalkan Balasan