TANYAFAKTA.ID, JAKARTA – Kaoem Telapak menggelar Lokakarya Nasional bertema “Traceability dalam Implementasi EUDR di Indonesia,” sekaligus meluncurkan aplikasi pemantauan Ground-truthed.id (GTID) yang dikembangkan oleh organisasi tersebut.
Lokakarya ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi regulasi EUDR (European Union Deforestation-free Regulation) serta mengidentifikasi peran berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, masyarakat adat, dan organisasi non-pemerintah, dalam memastikan ketertelusuran komoditas yang bebas deforestasi.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk instansi pemerintah, perwakilan sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas petani. Lokakarya dibuka dengan sambutan dari Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arif Havas Oegroseno.
Pemerintah, sektor industri, dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempersiapkan Indonesia untuk memenuhi regulasi yang mengatur deforestasi dan degradasi hutan guna memenuhi standar internasional, termasuk EUDR.
Regulasi ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola komoditas kehutanan yang berkelanjutan. Indonesia, yang memiliki lima komoditas yang terdampak oleh regulasi EUDR—yaitu kayu, sawit, kakao, kopi, dan karet—telah mulai mengambil langkah strategis untuk memenuhi persyaratan regulasi tersebut.
Havas menekankan pentingnya membahas EUDR secara komprehensif. “Dalam pertemuan kita hari ini, EUDR harus dibahas secara menyeluruh. Tidak bisa hanya dilihat dari satu aspek saja. Semua syaratnya harus dipenuhi,” ujarnya dalam siaran per yang diterima TanyaFakta.id pada Kamis, (20/3/2025).
Salah satu elemen utama dalam regulasi EUDR adalah ketertelusuran (traceability), yaitu proses pelacakan asal-usul komoditas yang dipasarkan di Uni Eropa untuk memastikan produk tersebut tidak berasal dari deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi setelah 31 Desember 2020.
Untuk memenuhi ketentuan ini, Indonesia perlu memastikan bahwa seluruh rantai pasokan dapat memberikan informasi yang akurat dan transparan terkait asal-usul dan kepatuhan komoditas terhadap prinsip keberlanjutan.
Sander Happaerts, Green and Digital Counsellor di Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN, menyatakan ketertelusuran adalah aspek yang sangat penting dalam EUDR. Perspektif ketertelusurannya datang dari negara konsumen yang ingin tahu dari mana produk yang mereka konsumsi berasal.
“Kami bekerja dengan stakeholder di Indonesia, dan kami mendapatkan masukan yang sangat baik, terutama dengan melibatkan petani kecil dalam rantai pasok. EUDR adalah peraturan yang wajib diterapkan, meskipun ada tantangan, terutama terkait definisi dan masa depan petani kecil. Namun, kami akan terus menyelesaikan tantangan ini,” ujarnya.
Meskipun penting, implementasi ketertelusuran menghadapi sejumlah tantangan, seperti kesenjangan data dan kesiapan petani serta perusahaan dalam memenuhi standar traceability.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil untuk membangun infrastruktur digital yang efektif serta mekanisme verifikasi yang handal.
Salah satu inisiatif pemerintah Indonesia untuk memastikan ketertelusuran komoditas sesuai regulasi non-deforestasi adalah pembangunan sistem National Dashboard. Platform ini berfungsi untuk mengumpulkan dan mengelola data, serta memetakan registrasi ketertelusuran petani dan pekebun.
Ir. Diah Y. Suradiredja, Koordinator Nasional untuk Dashboard Nasional, menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia menyiapkan dashboard ini untuk menghadapi regulasi global yang menuntut ketertelusuran semua komoditas yang diekspor.
“Dashboard ini akan menjadi solusi integrasi data terkait ketertelusuran, dengan fokus pada layanan dan perlindungan data serta informasi komoditas ekspor,” kata Dian.
Dalam lokakarya ini, Kaoem Telapak juga meluncurkan aplikasi pemantauan kehutanan berbasis web dan Android, Ground-truthed.id (GTID).
Aplikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan dan menjadikan data hasil pemantauan kehutanan dan lingkungan yang diperoleh dari kelompok masyarakat sipil, masyarakat adat, dan komunitas lokal di Indonesia sebagai dasar untuk mendukung transparansi, akuntabilitas, dan keadilan bagi hutan Indonesia.
Dengan mengintegrasikan penggunaan aplikasi GTID dalam kegiatan advokasi lingkungan, diharapkan aplikasi ini dapat memperkuat upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam melawan pembalakan liar, penggundulan hutan, perampasan lahan, dan ketidakadilan lingkungan.
Denny Bhatara, Senior Campaigner Kaoem Telapak, mengungkapkan bahwa Kaoem Telapak memiliki jaringan pemantauan yang luas untuk menyuarakan kerusakan hutan dan lingkungan yang terjadi di tingkat tapak.
“Sebagai alat pelengkap untuk monitoring kehutanan, aplikasi ini menekankan pada konteks dokumentasi berbasis geolokasi. Selain menyampaikan kondisi di tingkat tapak, penggunaan aplikasi ini juga bertujuan untuk mendorong akuntabilitas,” tutur Denny.
Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari, menyampaikan pihaknya berharap bahwasanya aplikasi tersebut dapat menjadi wadah kolaborasi bagi pemantau untuk menunjukkan bagaimana Indonesia bekerja di lapangan.
“Harapan kami aplikasi ini juga mampu memberikan gambaran nyata tentang kondisi hutan kita. Kaoem Telapak bangga memiliki platform ini dan terbuka untuk kolaborasi dalam memperkaya serta mengoptimalkan penggunaannya,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan