Pandangan Kritis Walhi Jambi Terhadap Maklumat Kapolda Jambi Soal Karhutla

Ilustrasi [TanyaFakta.id/Walhi.or.id]

TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Jambi pada tahun 2024 telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan berbagai pihak terkait.

Menurut data BMKG, frekuensi dan intensitas kebakaran meningkat dengan terpantau adanya 730 titik hotspot di wilayah ini dari Januari hingga Juli 2024. Akibatnya, Provinsi Jambi telah mengumumkan status siaga darurat melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 533 tahun 2024 yang berlaku mulai 19 Juli hingga 31 Oktober 2024.

Gubernur Jambi, Al Haris, menyatakan bahwa karhutla memiliki dampak negatif yang signifikan, termasuk kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat.

“Belajar dari kejadian tahun-tahun sebelumnya, upaya pencegahan dan penanggulangan telah ditingkatkan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan,” ujarnya pada Kamis, (1/8/2024) dikutip dari laman walhijambi.or.id.

Dalam rangka menghadapi musim kemarau yang memperparah risiko karhutla, berbagai langkah telah diambil. Salah satunya adalah apel siaga darurat yang melibatkan TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat.

Brigjen TNI Rachmad, Pelaksana Harian Komandan Satuan Tugas Penanganan Karhutla di Provinsi Jambi, menegaskan pentingnya pencegahan melalui edukasi dan pemetaan pos-pos siaga di daerah rawan.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapan dan respons cepat dalam mengatasi kebakaran serta melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan. Langkah-langkah serius dalam menghadapi karhutla juga diperkuat dengan dikeluarkannya Maklumat Kapolda Jambi, Irjen Pol. Drs. Rusdi Hartono, M.Si.

Baca juga:  Al Haris Pimpin Apel Siaga Darurat Karhutla Provinsi Jambi Tahun 2024

Maklumat tersebut menegaskan bahwa pelaku pembakaran hutan dan lahan akan dikenakan sanksi hukum yang tegas. Selain itu, akan diberlakukan status quo terhadap hutan dan lahan yang dibakar, yang melarang pemanfaatan lahan tersebut sampai ada keputusan hukum yang tetap (inkracht).

Abdullah, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, memberikan pandangan kritis terhadap maklumat ini.

“Jika kita menelaah lebih dalam Maklumat Kapolda, pemberlakuan status quo berlaku hanya pada wilayah yang dibakar, bukan pada wilayah yang terbakar. Padahal, jika di wilayah itu terjadi kebakaran berarti ada unsur kelalaian terhadap mitigasi kebakaran hutan dan lahan, salah satunya yang terjadi di wilayah izin PT. Puri Hijau Lestari (PT. PHL) dari Makin Group,” tegasnya.

Penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan di Jambi dapat dilihat dari kejadian tahun 2019. Pada tahun tersebut, Polda Jambi memeriksa 12 perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, yaitu: PT. Restorasi Ekosistem, PT. Bara Eka Prima, PT. Sumbertama Nusa Pertiwi, PT. Agro Tumbuh Gemilang Abadi, PT. Putra Duta Indahwood, PT. Pesona Belantara, PT. ABT, PT. Puri Hijau Lestari, PT. Secona, PT. Mega Anugrah Sawit (MAS), dan PT. Dewa Sawit Sari Persada (DSSP). Dari 12 perusahaan tersebut, hanya PT. MAS dan PT. DSSP yang ditetapkan sebagai tersangka, yang mana kedua perusahaan ini tergolong skala kecil.

Baca juga:  Tutup Turnamen Volly Bhayangkari CUP Zona 2, Kapolda Jambi Turut Serahkan Penghargaan Kepada Tim Terbaik

Abdullah selaku Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, mempertanyakan tindakan tegas yang hanya menyasar perusahaan-perusahaan kecil, sementara perusahaan besar tidak tersentuh hukum. “Ini menjadi tanda tanya besar terhadap tindakan hukum yang dilakukan pemerintah,” ujarnya.

“Kami juga mempertanyakan tindakan hukum yang dilakukan pemerintah, mengapa hanya perusahaan kecil yang ditindak dan perusahaan besar tidak. Alasan ini juga menjadi salah satu landasan WALHI Jambi melakukan gugatan terhadap PT. Putra Duta Indahwood dan PT. Pesona Belantara Persada pada tahun 2021, yang tidak tersentuh oleh hukum pada saat itu,” ujar Abdullah.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Jambi dari tahun ke tahun selalu paling parah di wilayah gambut. Dari total luas kebakaran di tahun 2024 seluas 115,1 hektare, 79 hektare berada di wilayah gambut, sementara 36,1 hektare berada di wilayah mineral.

Baca juga:  Kebakaran Ruangan Satuan Samapta di Polresta Jambi, Tim Labfor Selidiki Penyebabnya

“Selain itu, fokus penindakan tegas terhadap karhutla belum menyentuh akar masalah yang menyebabkan wilayah tersebut mudah terbakar, khususnya di wilayah gambut. Kita masih berkutat pada siapa yang membakar dan wilayah siapa yang terbakar, bukan pada apa yang membuat gambut itu mudah terbakar. Industri perkebunan di wilayah gambut adalah salah satu penyebabnya,” pungkas Abdullah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *