TANYAFAKTA.ID – Di satu sisi, negara ini lantang berkoar bahwa pendidikan adalah prioritas. Di sisi lain, tanpa ragu, pemerintah memangkas anggaran Kemendikbudristek sebesar Rp8 triliun. Seolah masa depan anak bangsa bisa dihitung dari jumlah kertas yang dihemat dari meja birokrasi, bukan dari perbaikan sekolah yang nyaris rubuh atau nasib guru honorer yang masih terkatung-katung dalam absurditas kebijakan.

Pemangkasan anggaran pendidikan di era Prabowo dengan satu tangan, mereka menandatangani pidato yang menyanjung pentingnya sumber daya manusia unggul. Dengan proses lainnya, ternyata mereka sendiri mencoret yang seharusnya menjadi investasi bagi generasi mendatang. Hemat saya ini bentuk kegagalan berpikir, yang mana letak prioritas ketika sektor pendidikan, yang sejatinya menjadi fondasi peradaban, justru dianggap beban keuangan negara.

Baca juga:  Dampak Perang Dagang Presiden Trump bagi Ekonomi Indonesia

Reformasi pendidikan yang dijanjikan tampaknya hanyalah permainan kata yang dirancang agar terdengar heroik di telinga publik. penulis mengutip kalimat Irfan Islamy “Kebijakan adalah tindakan mencakup aturan-aturan yang terdapat didalam suatu kebijaksanaan.” Tapi, apa artinya regulasi progresif tanpa kebijaksaan dan berdampak teruntuk masyarakat banyak. kilas kembali kepada isu pendidikan, apakah kita hendak menciptakan generasi yang bisa menghitung 6 tambah 9 sama dengan 12, karena kurikulum yang disesuaikan dengan ‘efisiensi’ anggaran? Setidaknya, mereka bisa tersenyum karena perut kenyang, meskipun otaknya kosong.

Pemerintah mungkin menganggap Rp8 triliun bukanlah angka yang besar. Tapi coba tanyakan kepada anak-anak diujung perdesaan yang belajar di sekolah beratap bocor, atau kepada para guru honorer yang gajinya lebih rendah dari upah buruh kasar. Bagi mereka, angka itu bukan sekadar statistik itu adalah harapan, itu adalah hidup, itu adalah masa depan yang direnggut perlahan-lahan oleh para teknokrat yang gemar berdalih soal efisiensi.

Baca juga:  Sumpah Pemuda: Peran Pemuda dalam Menghadapi Era Globalisasi dan Menjaga Kesatuan NKRI

Jika pendidikan terus-menerus dipangkas dengan dalih penghematan bahkan teruntuk kebijakan makan bergizi gratis yang takbermakna, harusnya negara harus lebih bijaksana dalam pengambilan kebijakan.

Penulis : Hayatullah Qomainy | Formateur HMI FISIP UNJA